Mojokerto, balibercerita.com –
Mojokerto, kabupaten di Provinsi Jawa Timur ini pernah menjadi lokasi utama kerajaan terbesar di Indonesia yaitu Majapahit. Sehingga tidak heran jika ada ratusan situs sejarah yang masih tersimpan di Mojokerto. Tidak hanya candi, salah satu situs yang terkenal adalah Petirtaan Jolotundo yang disebut-sebut memiliki kualitas air terbaik ke-3 di dunia. Petirtaan yang terletak di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas ini berada di ketinggian sekitar 800 mdpl, tepatnya di Bukit Bekel, lereng barat Gunung Penanggungan. Sebuah gunung suci bagi umat Hindu aliran Siwa.
Selain menjadi tujuan banyak orang untuk wisata spiritual, situs Jolotundo juga menjadi pintu awal pendakian Gunung Penanggungan dan Gunung Bekel yang terkenal dengan ratusan situsnya. Petirtaan Jolotundo berukuran panjang 16,85 m, lebar 13,52 m dan kedalaman 5,20 m. Terbuat dari batu andesit yang dipahat halus. Dua data sejarah yang sangat penting yang berhubungan dengan kepurbakalaan ini adalah angka 899 yang dipahatkan sebelah kanan dan tulisan Genpeng di sebelah kiri dinding belakang.
Nama Jolotundo berasal dari istilah kuno. Jala atau jolo berarti air, sedangkan tundo atau tunda berarti bertingkat. Jika digabungkan, Jolotundo memiliki arti kolam dengan air pancuran yang bertingkat.
Dikutip dari beberapa sumber catatan sejarah, Jolotundo merupakan bangunan petirtaan peninggalan Raja Udayana dari Bali ditujukan untuk Raja Airlangga, puteranya, setelah dinobatkan menjadi Raja Sumedang Kahuripan. Namun sumber lain juga menyebutkan bahwa Jolotundo merupakan candi tempat pertapaan Airlangga setelah mengundurkan diri dari singgasana Kerajaan Kahuripan dan digantikan oleh anaknya.
Kerajaan Kahuripan didirikan oleh Airlangga pada tahun 1009 Masehi dan merupakan lanjutan dari Kerajaan Medang yang telah runtuh pada tahun 1006 Masehi. Sumber lainnya juga mengatakan bahwa ketika masih berusia muda, Airlangga mengunjungi daerah Jolotundo dalam rangka menenangkan jiwa. Airlangga mandi di sumber mata air tersebut dan setelah mandi ia merasakan ketenteraman jiwa. Konon keberadaan petirtaan tersebut ingin menjelaskan bahwa air yang keluar dari petirtaan tersebut adalah Tirta Amerta yang seolah-olah keluar dari tubuh Mahameru.
Tirta Amerta adalah air suci yang digunakan dalam kehidupan manusia dan para dewa yang berfungsi sebagai air kebaikan untuk umat manusia. Dari gunung, air dialirkan melalui jaringan bawah tanah menuju Candi Jolotundo. Air menjadi salah satu bagian penting dalam ritual masyarakat saat itu, apalagi bersumber dari gunung yang dianggap suci. Candi Jolotundo memiliki sendang atau tempat air berdindingkan batu, di sisi kiri dan sisi kanan, berukuran 2×2 meter menghadap ke barat. Air sumber keluar dari lubang di tengah batu dinding di sisi timur.
Dulunya, struktur petirtaan ada empat tingkatan dan kini hanya tersisa dua. Pada bagian atas, dulu ada bebatuan berbentuk silinder dengan sembilan lubang yang memancurkan air. Di relung tengah terdapat arca Raja Airlangga berwujud Wisnu mengendarai Garuda, di kedua sisinya terdapat bilik. Bilik kiri memancar air dari mulut arca naga diperuntukkan bagi perempuan, sedangkan bilik kanan berupa arca Garuda untuk kaum laki-laki.
Petirtaan Jolotundo berbentuk persegi panjang dengan teras di tengah dengan puncak pancuran. Ini memiliki arti simbolis Mahameru. Petirtaan ini juga dianggap dalam cerita Amertamanthana yang menceritakan tentang proses mendapatkan air suci menggunakan Gunung Mahameru yang dililit ular Batara Wasuki. Itulah sebabnya air Petirtaan Jolotundo memiliki peranan yang penting bagi masyarakat sekitar, terutama saat musim kemarau karena airnya tidak pernah kering. (BC9)