Karanganyar, balibercerita.com –
Berbicara mengenai masalah kerajaan, maka tidak akan lepas dari yang namanya situs bersejarah. Situs itupun beragam bisa berupa prasasti bisa juga berupa candi. Di Provinsi Jawa Tengah terdapat candi bercorak Hindu. Candi ini bernama Candi Cetho.
Lokasi candi ini terletak di lereng barat Gunung Lawu dan dijadikan salah satu tempat sebagai jalur pendakian. Tempat ini menyuguhkan pemandangan Kota Karanganyar dan Solo dari ketinggian serta terdapat jajaran pegunungan seperti Gunung Merbabu, Merapi, Sindoro, dan Sumbing. Candi Cetho letaknya berada di 1496 mdpl dan menjadi salah satu candi tertinggi di Indonesia bersama dengan Candi Arjuno, Candi Gedong Songo dan Candi Ijo.
Candi Cetho berada di Dukuh Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Namanya diambil dari tempatnya berada, yaitu Dusun Cetho. Dalam bahasa Jawa, Cetho berarti jelas karena saat cerah pemandangan dari ketinggian terlihat sangat jelas.
Candi ini diperkirakan dibangun sekitar abad XV pada masa Kerajaan Majapahit saat pemerintahan Prabu Brawijaya V. Laporan ilmiah pertama mengenai Candi Cetho dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. Sedangkan penggalian untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda.
Pada dinding gapura teras VII terdapat prasasti yang ditulis dengan huruf Jawa kuno. Bunyinya “Pelling padamel irikang buku, tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397”. Ditafsirkan sebagai “Peringatan pendirian tempat peruwatan (membebaskan kutukan), didirikan tahun 1397 Saka (1475 M)”. Candi tersebut digunakan sebagai tempat ruwatan karena pada masa itu terjadi banyak kekacauan. Ciri ruwatan terlihat melalui simbol-simbol dan tampilan mitologi arca-arcanya yang kebanyakan berbentuk hewan.
Saat ditemukan, candi ini merupakan reruntuhan batu pada 14 dataran bertingkat. Memanjang dari barat ke timur, strukturnya berkonsep punden berundak. Saat ini tinggal 13 aras (teras) candi dan pemugaran dilakukan pada sembilan teras saja. Struktur yang bertingkat diduga kuat merupakan kultur budaya Nusantara dengan Hinduismenya.
Pada tahun 1970 untuk pertama kalinya Candi Cetho dipugar. Bangunan baru hasil pemugaran adalah gapura megah di muka dan bangunan-bangunan pertapaan kayu. Selain ada candi utama, terdapat bangunan pemujaan untuk Sabda Palon Naya Genggong, patung Dewi Saraswati, Lingga Yoni dan tempat malukat juga patung Brawijaya V, Phallus, dan bangunan kubus pada puncak punden. Masing-masing halaman teras dihubungkan tangga yang seolah membagi halaman teras menjadi dua bagian.