Mangupura, balibercerita.com –
Desa Adat Ungasan menggelar Karya Labuh Gentuh, Ngenteg Linggih lan Mapadudusan Agung di Pura Segara, Pantai Melasti, Ungasan. Prosesi upacara telah dimulai sejak 2 Oktober, dengan puncak tawur pada 10 Oktober dan puncak karya pada 15 Oktober 2024.
Pada Sabtu (19/10) sore, dilaksanakan upacara nganyarin, makebat daun, nyenuk, nangun ayu, mapeed dan ngerumrum. Upacara tersebut pertama kali digelar di Pura Segara dan merupakan rangkaian dari upacara serupa yang telah dilaksanakan di Pura Kahyangan Tiga Parahyangan Desa Ungasan.
Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa menyampaikan bahwa upacara ini merupakan wujud rasa syukur dan terima kasih masyarakat kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta Ida Bhatara-Bhatari Kahyangan Tiga dan parahyangan desa atas karunia dan berkah yang dilimpahkan. “Pura Segara adalah tempat penyucian diri dan melalui karya ini kami berharap segala berkah dan keselamatan terus dilimpahkan kepada masyarakat Ungasan,” sebutnya.
Keberadaan Pura Segara menjadi pusat aktivitas di Desa Ungasan, baik parahyangan, palemahan, dan pawongan. Parahyangan (dari segi keagamaan) sebagai tempat upacara melasti 38 pura panti, paibon, dan merajan di Desa Adat Ungasan. Sebagai Pawongan yakni pusat aktivitas sosial masyarakat dan Palemahan yaitu pusat kegiatan ekonomi masyarakat. Sangat patut bagi krama untuk mempersembahkan kembali apa yang telah diterima melalui upacara itu, sebagai ungkapan terima kasih dan rasa bhakti atas keselamatan, kebahagiaan maupun kesejahteraan yang telah dianugerahkan.
Sebagai rasa bhakti masyarakat, juga dihaturkan tarian persembahan dari 15 banjar di Desa Ungasan di kawasan Pura Segara yang merupakan tempat mencari nafkah masyarakat. Selama ini, pengelolaan Pantai Melasti menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat dan telah membawa dampak peningkatan taraf hidup masyarakat.
Prawartawa karya yang juga Pangliman Desa Adat Ungasan, Made Suada menjelaskan, Karya Labuh Gentuh, Ngenteg Linggih lan Mapadudusan Agung sekaligus dilakukan Mupuk Pedagingan di Pura Segara, Pantai Melasti Ungasan, dan Ida Bhatara Taman Sari Sunia Dalem Kelaka. Upacara tersebut merupakan salah satu prosesi keagamaan penting yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan dan keharmonisan alam semesta. Baik antara manusia, alam dan Tuhan.
Prosesi telah dimulai sejak 2 Oktober 2024 melalui beberapa tahapan. Mulai dari matur piuning, dilanjutkan dengan ngingsah pada 5 Oktober 2024, hingga mulang pakelem yang dilaksanakan di Gunung Agung, Ulun Danu Batur, dan Segara Melasti pada 7 Oktober.
Seluruh proses ini dilakukan berdasarkan konsep tatwa, susila, dan upacara, sebagai landasan filosofis yang mengatur pelaksanaan upacara adat Hindu di Bali. Pada tanggal 10 Oktober dilaksanakan puncak Tawur Labuh Gentuh yang dipuput oleh tiga sulinggih dari Siwa, Budha, dan Ida Resi Griya Pundukdawa sebagai Yadnyamana dan dihadiri ribuan krama dari Desa Adat Ungasan.
“Ini adalah karya yang sangat utama yang kita lakukan. Sebelumnya, karya ini sudah dilaksanakan di Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dalem, dan yang keempat ini di Pura Segara,” ucapnya.
Untuk karya di Pura Desa pada tahun 2006 dilaksanakan dengan swadaya murni masyarakat. Begitupun pada tahun 2012 dilaksanakan karya di Pura Puseh dilakukan secara swadaya, termasuk di Pura Dalem. Hal itu sebagai swadharma masyarakat dan bentuk partisipasi dalam mengajegkan agama, adat dan budaya.
Seiring berjalannya waktu, sektor pariwisata semakin tumbuh dan berkembang. Karya di Pura Segara kemudian tidak memungut sepeserpun iuran di masyarakat karena seluruh pembiayaan berasal dari pengelolaan Pantai Melasti. Hal itu merupakan bentuk pertanggungjawaban atas gali potensi kawasan, yang semuanya dilakukan demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Prosesi tersebut bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga simbol dari langkah-langkah nyata Desa Adat Ungasan dalam memanfaatkan sumber daya alam demi kemakmuran masyarakat. Ia berharap bahwa upacara serupa dapat dilaksanakan kembali dalam 25 tahun mendatang, sebagai bukti keberlanjutan upacara dan keberlanjutan keharmonisan antara manusia dan alam. (BC5)