Mangupura, balibercerita.com –
Konflik antara manusia dengan alam dituangkan Sekaa Teruna (ST) Bakti Dharma dari Banjar Adat Kangin, Pecatu, dalam bentuk ogoh-ogoh serangkaian hari raya Nyepi tahun Saka 1946. Mengusung tema Atmaning Wong Maboros, mereka menggambarkan sifat negatif manusia yang sering kali menjadi penyebab kepunahan hewan-hewan langka melalui perburuan dan penghancuran habitat.
Melalui karya seni ini mereka ingin menyebarkan semangat kepedulian terhadap hewan langka yang terancam punah dan konservasi hewan langka. Selaku konseptor, I Putu Riyan Adi Pranata menerangkan bahwa Nyepi tahun ini mereka mengambil ogoh-ogoh tentang kepedulian terhadap hewan langka yang diburu atau dimusnahkan oleh manusia.
Tokoh utama ogoh-ogoh ini berupa Sang Bhuta Lilipan dan dua tokoh manusia sebagai pemburu. Ogoh-ogoh dirancang dengan menggabungkan berbagai rupa hewan langka yang menjadi satu bentuk. Mulai dari bagian kepala hingga kaki merepresentasikan spesies yang berbeda-beda, dengan maksud menunjukkan keindahan dan keragaman kehidupan liar yang harus dilindungi.
Pria lulusan Desain Komunikasi Visual ISI Denpasar ini menceritakan tokoh utama Sang Bhuta Lilipan digambarkan dengan wajah yang menyerupai gajah. Bentuk belalai dimodifikasi seperti ular dan pada bagian telinga mengambil bentuk telinga rusa. Telapak tangan dibuat menyerupai anatomi burung yang bersisik.
Bagian badan dan ekor dibentuk dan diwarnai menyerupai harimau dengan perpaduan warna biru dan orange yang mencolok. Pada bagian sayap dibentuk dengan memanfaatkan kraras atau daun pisang yang kering yang diolah menyerupai bulu. Hal itu sebagai simbolisasi dari keragaman spesies yang terancam punah.
“Pada bagian sayap kami menggunakan daun kraras kering yang dibentuk seperti bulu. Kraras yang kami gunakan kurang lebih didapat dari 4 kebun pohon pisang yang masing-masing berisi 10 pohon pisang,” ucap pria yang akrab disapa Robet ini.
Total berat ogoh-ogoh ini mencapai 250 kilogram dengan tinggi mencapai 4,5 meter. Selain mengimplementasikan teknologi terintegrasi pada pengembangan bagian sayap dan kepala, ogoh-ogoh ini juga telah diperhitungkan kekuatan konstruksinya.
Pembuatan ogoh-ogoh ini semuanya menggunakan bahan ramah lingkungan, baik dari kayu, bambu, dan daun kering. Saat hari Pangerupukan, ogoh-ogoh ini akan diarak oleh 25 orang pemuda dengan sanan yang berukuran 3,5 x 3,5 meter.
Proses pembuatannya dimulai sejak tanggal 15 Januari 2024, tepatnya setelah ia mengikuti perlombaan memahat patung salju di Harbin, China, pada awal Januari 2024. Ogoh-ogoh ini rampung 19 Februari 2024. Ia berharap karya itu juga dapat memicu inspirasi bagi sekaa teruna lainnya untuk mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif di masa depan.
Ketua ST Bakti Dharma, I Kadek Yossi Wicaksana Putra menyampaikan bahwa tahun ini pembuatan ogoh-ogoh melibatkan partisipasi aktif anggota perempuan. Total biaya pembuatan ogoh-ogoh itu kurang lebih Rp80 juta.
Karya seni tersebut berhasil meraih posisi kedua lomba ogoh-ogoh Kabupaten Badung dari zona Kuta Selatan. Ia berharap anggota STT dapat terus bersemangat menunjukan kreatifitas dan menjaga kekompakan. “Kalau tidak ada kekompakan maka kami tidak bisa memberikan hasil yang maksimal,” imbuhnya. (BC5)