
Mangupura, balibercerita.com –
Pandemi Covid-19 sempat membuat industri musik di Bali sempoyongan, utamanya saat sejumlah aturan ketat pembatasan aktivitas masyarakat dilaksanakan. Beruntung, kondisi itu tidak parah sampai membuat industri musik mati, karena pembatasan tidak terlalu lama terjadi. Hal tersebut diungkapkan pengamat musik di Bali, Rudolf Dethu.
Diceritakan Rudolf Dethu, saat PPKM ketat diberlakukan pemerintah, memang sejumlah event musik tiarap. Hal itu juga berimbas pada bar, restoran, dan club musik yang sempat tutup karena sepinya kunjungan wisatawan.
Namun kondisi itu terjadi hanya 3 bulan pertama. Selanjutnya, usaha terkait memutuskan untuk kembali buka agar mereka tidak rugi total. Terlebih saat itu ada rekomendasi agar usaha bisa dibuka, namun dengan tetap menerapkan prokes yang ketat.
“Kita di Bali masih beruntung karena hanya sempoyongan, sebab di daerah lain itu kondisinya lebih memprihatinkan. Saya pernah ke Bandung saat itu, di sana malah lebih parah. Selama 2 tahun kondisi musik di sana mati. Kalau kita di Bali tidak mati-mati amat, cuma 3 bulan pertama,” ungkapnya.
Menariknya, saat kondisi itu terjadi, eksistensi musik indie justru menguat di Bali. Saat itu muncul fenomena menarik, bahwa semakin banyak band indie yang manggung ke bar dan restoran. Seiring dengan sejumlah kebijakan relaksasi aturan oleh pemerintah, sejak Juli hingga September 2022 mulai banyak event musik di Bali. Hal ini tentu sangat bagus dan positif, karena merupakan bentuk dukungan moral bagi Bali agar segera kembali pulih.
Event musik menjadi momentum di tengah kembali bergairahnya sektor pariwisata. Dengan adanya keramaian ke Bali dan semarak yang dibawa event musik ke Bali, hal itu menandakan bahwa kepercayaan kepada Bali semakin tumbuh. Terlebih event musik tersebut ada yang berskala nasional, dan bahkan menjadi yang terbesar di Bali setelah pandemi. (BC5)