Komunitas Pojok Jadikan Baliho Bekas Kampanye Pemilu Sebagai Media Visualisasi Seni

0
117
Seni
Pameran baliho yang digelar Komunitas Pojok. (ist)

Denpasar, balibercerita.com – 

Merespons banyaknya baliho alat peraga kampanye (APK) yang tidak dimanfaatkan pascapemilu, lima perupa dari Komunitas Pojok menjadikannya sebagai media dalam menuangkan gambaran maupun sudut pandang mereka tentang situasi demokrasi yang terjadi dalam ritus lima tahunan di Indonesia. Karya mereka ditampilkan dalam pameran bertajuk “Cover Up” yang berlangsung selama tiga hari yaitu 29 hingga 31 Maret 2024, di Taman Baca Kesiman, Jalan Sedap Malam, Denpasar. 

Tian selaku panitia menerangkan, ide membuat pameran ini muncul dari banyaknya alat peraga pemilu yang teronggok begitu saja tanpa manfaat pasca pesta demokrasi lima tahunan. Tema besar yang diangkat dalam pameran ini adalah memparodikan situasi demokrasi yang terjadi dalam ritus lima tahunan di Indonesia. “Pameran baliho ini memanfaatkan alat peraga pemilu yang sudah tidak ada gunanya lagi,” ucapnya.

Secara teknis, para perupa dari Komunitas Pojok merespons baliho bekas sehingga menjadi sebuah karya seni. Selain memanfaatkan 10 baliho bekas berukuran besar, mereka juga memanfaatkan baliho berukuran kecil yang dilelang pada hari kedua pameran. Selain pameran baliho, rangkaian acara juga diisi ragam kegiatan seni yang melibatkan seniman lainnya. 

Baca Juga:   The Weezer, Noah, Fourtwnty dan The Adams Akan Tampil di Pulau Peninsula Nusa Dua

Pada hari pertama, open gate jam 3 siang. Sedangkan pembukaan dimulai pada jam 4 sore yang menampilan performance art dari Wasudewa. Disusul tur baliho dipandu oleh Savitri yang bertindak sebagai kurator. Musik akustik diisi oleh Bus Marlet feat The Iweng dan tunes oleh Gilang Propagila. Hari kedua dimeriahkan oleh pertunjukan musik dari Crysist, The Tipat Dampuls, dan Apel. Sedangkan hari terakhir dimeriahkan dengan musik dari Enggohoi dan Adikchrisna. 

Untuk diketahui, Komunitas Pojok merupakan komunitas seniman yang sudah berumur 24 tahun. Anggotanya terdiri dari Slinat, Bob Trinity, Wild Drawing, Mister(ious) X, dan @space.kingkong. 

Slinat atau Silly In Art, seniman yang menggeluti mural dan street art sejak tahun 2000. Secara kekaryaan memvisualkan tentang Bali dan industri pariwisata yg berlebihan, dari visualnya merubah image eksotis dari foto Bali kuno, karena itu karyanya dominan bernuansa hitam putih. Teknik yang digunakan adalah teknik tradisional “sigar mangsi” dipadu lelehan yang memberi kesan lebih impresionis, karena ia percaya bahwa sebuah tradisi hendaknya tidak kaku atau terpakem dan terbuka dengan adanya perubahan. 

Baca Juga:   Hutan Kekeran Pecatu Dicanangkan Menjadi Kawasan Konservasi Burung Perkutut

Dia juga beberapa kali pameran tunggal, pameran bersama di dalam maupun di luar negeri. Karya-karyanya bisa dijumpai di jalanan seperti Bali, Yogyakarta, Jakarta, Sumba, Melbourne Australia, Jerman, dll.

Mister(ious) X memulai berkarya sejak bergabung di Komunitas Pojok Denpasar. Sedari tahun 2005 hingga kini dia banyak berkarya di tembok-tembok jalanan Denpasar sembari berjejaring dengan banyak komunitas dan lembaga lainnya. Memilih untuk memvisualkan pandangannya terhadap suatu peristiwa melalui teknik stensil dengan warna minimalis hitam, putih dan merah. Konsep karyanya menyesuaikan dengan apa yang terjadi ketika karya itu dibuat.

Space Kingkong adalah penulis lepas dan seniman paruh waktu yang berusaha menjalani hidup sebagai manusia sepenuhnya. Konseptor Program Matjan ke Seberang yang menggambar untuk kesenangan personal. Karya tulisnya bisa dibaca di jurnal Amorfati, terbitan Taman 65, majalah Magic Ink, dll. Karya visualnya pernah dimanfaatkan oleh Latitudes Magazine, Program Matjan ke Seberang, dll.

Baca Juga:   Bali Diharapkan Jadi Hub Internasional Film dan Sineas Indonesia

Bob-Trinity memilih jalan sebagai seniman karena dorongan dari dalam jiwanya. Menyukai gaya surealis dalam berkarya dengan warna warna impresionis sebagai penegasan karakternya. Karya-karyanya di atas kanvas mampu menarik dan menjadi koleksi beberapa tokoh di Indonesia. Selain melukis di atas kanvas, dia juga membuat mural di banyak dinding perkotaan.

WD (Wild Drawing) lahir dan dibesarkan di Bali, Indonesia, dan memiliki gelar dalam seni rupa dan seni terapan. Dia memulai karirnya sebagai seniman perkotaan pada tahun 2000 dan sejak saat itu ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalanan. Karyanya dapat ditemukan di Asia, Eropa, dan Amerika. Meskipun demikian, ia tidak pernah berhenti untuk bekerja di studionya. WD berbasis di Athena, Yunani. (BC5)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini