Desa Adat Tanjung Benoa Mepatung Dua Kali, Saat Galungan dan Nyepi

0
27
Tanjung Benoa
Pembagian daging di Desa Adat Tanjung Benoa. (BC5)

Mangupura, balibercerita.com – 

Mepatung merupakan tradisi masyarakat Bali yang biasanya dilaksanakan saat hari raya, khususnya saat hari Penampahan Galungan.  Di Desa Adat Tanjung Benoa, tradisi mepatung ternyata dilaksanakan 2 kali yaitu pada saat Penyajaan Galungan dan menjelang hari raya Nyepi. Hal itu dilakukan sebagai komitmen untuk meringankan beban krama, sekaligus upaya pembangunan di sektor pawongan.

Bendesa Adat Tanjung Benoa, Made ‘Yonda’ Wijaya menerangkan, program tersebut dilahirkan atas dasar kebutuhan dan potensi yang ada di desa, atas kolaborasi bendesa, prajuru, LPD dan BUPDA. Selain untuk meringankan beban masyarakat, program tersebut juga untuk memupuk rasa kebersamaan krama, sehingga mereka semakin sadar dengan tugas dan kewajiban bersama dalam menjaga wewidangan desa adat, baik parhyangan, palemahan dan pawongan. 

“Biasanya untuk Galungan kita bagikan daging babi. Sedangkan untuk Nyepi kita bagikan daging ayam. Tapi karena belakangan ini daging babi diterpa isu virus, kita bagikan daging ayam untuk mepatung,” jelasnya.

Kendati masih sangat terdampak pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian labil, pihaknya tetap berkomitmen meringankan beban krama melalui pemberian daging. Selain karena hal itu merupakan program desa adat yang rutin dilaksanakan di masa kepemimpinannya, hal itu juga bentuk komitmen membantu krama dalam menghadapi kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. 

Baca Juga:   Giri Prasta Hadiri Upacara Dwijati di Nusa Lembongan

Jumlah krama adat di Tanjung Benoa berjumlah 800 kk lebih, yang terbagi menjadi 4 banjar adat. “Karena pandemi, kita berikan tidak banyak. Walaupun sedikit, tapi paling tidak ini bisa meringankan beban krama,” ungkapnya.

Selain daging, saat mepatung Galungan para krama juga diberikan uang bumbu senilai Rp 50 ribu. Jika pada saat pembagian daging krama tidak bisa datang, maka mereka akan dibawakan jatah daging ke rumahnya. Namun uang bumbu yang sekaligus menjadi uang bumbu akan dikembalikan ke kas desa adat. Sebelum pembagian daging, dilakukan parum di masing-masing banjar. Ke depan, jika kondisi pariwisata bangkit, tentu program itu akan kembali ditingkatkan sesuai potensi desa.

Bertepatan dengan Galungan atau saat pelaksanaan parum agung, setiap krama yang hadir juga akan diberikan uang kehadiran senilai Rp 100 ribu. Di samping itu, juga akan diberikan voucher belanja di Tenten Mart senilai Rp 50 ribu. Voucher belanja itu diberikan karena Desa Adat Tanjung Benoa sudah mempunyai Tenten Mart. Krama diharapkan bisa membeli segala sesuatu di tempat itu, untuk kemajuan desa. “Voucher belanja untuk meningkatkan pemahaman krama bahwa di Tanjung Benoa sudah ada mart-mart milik desa adat,” jelasnya. 

Baca Juga:   Ketua TP PKK Badung Buka Lomba Klakat dan Canang Sari di Kerobokan

Pihaknya di desa adat berkomitmen dan berupaya untuk hadir membantu krama yang sedang mengalami kesulitan. Atas dasar itu, pihaknya juga akan meluncurkan sebuah program baru di bidang pawongan setelah upacara ngaben mase selesai dilaksanakan, atau sekitar akhir tahun 2022 dan awal 2023. Program itu berkonsep bantuan upakara kelayusekaran (kematian). Setiap krama yang meninggal dunia akan ditanggung prosesi upakaranya. Setiap krama nantinya akan dialokasikan dana senilai Rp 15 juta, ketika krama itu berpulang. 

Program mepatung tersebut mendapatkan apresiasi dari pengurus banjar dan kepala lingkungan di wilayah Tanjung Benoa. Pada dasarnya mereka mengaku mendukung program yang dicetuskan oleh Bendesa Adat Tanjung Benoa Made Wijaya. Sebab hal itu terbukti sangat meringankan beban krama. 

“Kami sangat mengapresiasi program bendesa kami. Karena beliau memberikan daging kepada krama untuk upacara. Program ini sudah berjalan sangat bagus, bekerja sama dengan LPD,” ungkap Petajuh Adat Banjar Purwa Santi Made Tromat didampingi Kepala Lingkungan Banjar Purwa Santi Made Jayena. 

Baca Juga:   Pura Beji Sangsit, Bukti Kecerdasan Leluhur Orang Bali

Krama Banjar Purwa Santi berjumlah 199 KK. Saat pandemi, tentunya program itu sangat dibutuhkan masyarakat, karena meringankan beban ekonomi. Karena Tanjung Benoa bertumpu pada sektor pariwisata kembali meningkat, sehingga program itu ke depan bisa kembali ditingkatkan.

Hal senada disampaikan Kelian Banjar Adat Tengah Ketut Rimtim. Selama 2 kali ia menjabat sebagai kelian, ia mengaku sangat merasakan dampak luar biasa dari program desa adat yang bersinergi dengan LPD dan BUPDA. Tingkat kehadiran seluruh krama banjar tengah yang berjumlah 188 KK sangat tinggi dalam mengikuti parum banjar yang dilaksanakan saat Penyajaan Galungan, atau sebelum dilaksanakan mepatung. “Saat paruman desa di Umanis Galungan, krama juga dapat uang kehadiran Rp 100 dan voucher belanja Rp 50 ribu. Voucher itu bisa ditukar di Tenten mart,” ucapnya. (BC5)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini