Karangasem, balibercerita.com –
Selain di Tenganan Pegringsingan, ayunan tradisional juga masih bisa ditemukan di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Khusus di Banjar Dinas Bangbang, Rendang, terdapat sebuah ayunan kuno yang terbuat dari kayu. Keberadaan ayunan tradisional ini tidak tergerus oleh zaman dan masih dipertahankan kelestariannya sampai saat ini.
Maayunan, begitulah masyarakat Desa Rendang menyebutnya. Banjar Dinas Bangbang menjadi salah satu tempat rekreasi sederhana bagi masyarakat Desa Rendang dan sekitarnya, ketika ayunan tradisional ini dioperasikan. Biasanya, ayunan yang digerakkan oleh dua orang krama banjar ini dimainkan tiga kali selama enam bulan, tepatnya pada hari raya Galungan, Umanis Galungan, dan Kuningan.
Ayunan digerakkan dengan cara menginjak atau memutar kaki kayu yang melintang sebagai poros antara ayunan satu dengan ayunan lainnya. Biasanya, ayunan dinaiki anak-anak dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara ayunan satu dengan ayunan lain di sebelahnya. Apabila dirasa kurang seimbang, satu ayunan bisa dinaiki oleh dua anak kecil. Untuk merasakan sensasi berputar di ayunan tradisional, wisatawan hanya perlu merogoh kocek Rp 2 ribu untuk 1 periode atau sekitar 20 putaran.
Mantan Kelian Banjar Bangbang, Wayan Kertayasa mengatakan, ayunan tradisional tersebut konon sudah ada sejak tahun 1940. Namun, saat itu pengelolaannya dilakukan oleh kelompok yang dinamakan Sekaa Ayunan. Semenjak tahun 1950-an, barulah dikelola oleh anggota banjar. Berkat perawatan yang baik, ayunan yang terbuat dari kayu nangka ini pun masih awet sampai saat sekarang. “Walaupun usianya sudah puluhan tahun, ayunan ini belum ada yang rusak. Yang diperbaiki atau direnovasi paling hanya bangunan dan guling-gulingnya saja (kayu besar sebagai poros yang menghubungkan ayunan satu dengan yang lainnya-red),” katanya.
Kertayasa menambahkan, setiap hari Tumpek Wariga atau yang sering disebut Tumpek Pengarah setiap Saniscara Kliwon wuku Wariga, krama Banjar Bangbang melaksanakan upacara di banjar sekaligus mengupacarai ayunan tradisional yang nantinya akan dioperasikan saat hari raya Galungan. “Setiap setahun sekali sebagai ucapan rasa syukur kami atas anugerah yang telah diterima, kami menghaturkan upacara yang lebih besar dengan menghaturkan babi guling,” tambahnya.
Selain ayunan, tempat tersebut juga ramai dengan penjual yang menjajakan berbagai macam dagangannya. Bagi masyarakat Desa Rendang, terutama anak-anak, rasanya kurang lengkap jika merayakan hari raya Galungan dan Kuningan jika belum mengunjungi tempat ayunan tradisional ini. Semenjak Covid-19 merebak, ayunan tradisional ini belum pernah dioperasikan lagi, mengingat aturan pemerintah yang melarang adanya kerumunan atau keramaian. Semoga pandemi cepat berlalu ya, sehingga anak-anak Desa Rendang dapat menikmati sensasi naik ayunan tradisional ini. (BC18)