Denpasar, balibercerita.com –
Agama Hindu di Bali memiliki berbagai jenis tempat suci dengan fungsi dan tingkatan berbeda. Dari yang bentuknya sangat sederhana, hingga yang tergolong kompleks. Perbedaan inilah yang kerap disalahartikan. Padahal, meski berbeda, intinya tetap sama yaitu sebagai tempat untuk memuja kebesaran Tuhan dan mendapatkan pencerahan untuk kembali ke hakikat.
Berdasarkan wawancara Bali Bercerita dengan sulinggih atau pendeta Hindu di Bali, Ida Rsi Bhagawan Smerthi Kusuma Wijaya Sebali dari Griya Kusuma Sebali, Denpasar, secara umum, tempat suci agama Hindu khususnya di Bali dibagi menjadi beberapa jenis yakni dari yang paling sederhana berupa pelangkiran, kemudian turus lumbung, sanggah, merajan, hingga pura. Tak hanya diwujudkan dalam bentuk bangunan suci, sesungguhnya pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan, juga bisa dilakukan dalam diri sendiri. Bahkan, tempat suci paling megah justru ada di dalam diri sendiri. Jika seseorang selalu ingat kebesaran Tuhan dan berbuat kebajikan, maka sesungguhnya ia telah menstanakan Tuhan di dalam diri.
Dalam skup tempat suci keluarga berupa sanggar atau sanggah, di Bali ada berbagai perbedaan konsep pemujaan. Ada konsep dari Mpu Kuturan dengan rong tiga, kemudian konsep Dang Hyang Nirartha dengan bangunan utama berupa padmasana dan ada pula konsep Bali Mula yang hanya memuja sakti atau taksu sesuai yang dipuja.
Lantas, siapakah yang dipuja di sanggah? Secara umum di Bali, yang dipuja adalah leluhur. Namun demikian, ada juga yang menyebut yang dipuja di sanggah di rong tiga atau kemulan adalah manifestasi Tuhan yakni Brahma, Wisnu dan Siwa atau Siwa, Sadasiwa dan Paramasiwa. Berbeda bukan? Tetapi, tidaklah elok mempertentangkan perbedaan konsep-konsep tersebut. Tidak bisa dicari pula mana salah, mana benar, karena ini terkait keyakinan.
Yang menarik, jika secara umum yang dipuja di rong tiga adalah leluhur, apakah umat Hindu termasuk sesat karena tak memuja Tuhan? Jawabannya tidak. Mengapa demikian, karena secara mendasar, Tuhan tidak bisa dipuja secara langsung, tetapi harus melalui pertolongan leluhur. Sebab, leluhur akan menjadi dewa, dewa pun akan kembali ke sumber semula yakni Tuhan. Di tempat suci itulah kita memohon pertolongan atau pencerahan kepada leluhur. Sementara, leluhur sebagai bagian dari keluarga yang sudah disucikan, yang sejatinya adalah diri kita sendiri.
Sebagai catatan dalam memahami hal ini, dalam agama Hindu ada yang dinamakan Panca Sradha atau lima keyakinan mendasar. Dua di antaranya yaitu, yakin dengan keberadaan Brahman (Tuhan) dan yakin dengan adanya Atman (Atma). Atman sendiri merupakan percikan dari Brahman yang berada dalam setiap makhluk hidup. Itu berarti, Tuhan ada dalam diri kita sendiri. Jika Atman atau Jiwatman bisa mencapai kebebasan dari semua keterikatan duniawi, termasuk hukum karmapala, maka Atman akan kembali menyatu dengan Brahman. (BC13)