Mangupura, balibercerita.com –
Pelaksanaan upacara nangluk merana Desa Adat Tuban yang dilaksanakan, Rabu (30/11), bisa dibilang spesial dibandingkan tahun sebelumnya. Sebab, prosesi napak pertiwi nyatur desa untuk pertama kalinya dilaksanakan. Hal itu bermakna sebagai upaya untuk membentengi secara niskala Desa Adat Tuban dari serangan sasab merana (wabah penyakit, hama, dan segala unsur yang bersifat negatif).
Bendesa Adat Tuban Wayan Mendra menerangkan, upacara nangluk merana di Desa Adat Tuban dilaksanakan bertepatan dengan hari Kajeng Kliwon selesai Tilem Sasih Kanem. Pusat prosesi ini di catus pata (perempatan agung) Desa Adat Tuban, yaitu di sebelah patung Ksatria Gatot Kaca. Tahun ini upacara itu dilaksanakan dengan prosesi napak pertiwi pelawatan Ida Batara Nyatur Desa. Empat pelawatan diiring untuk melaksanakan prosesi di wilayah batas-batas Desa Adat Tuban dari 4 mata arah angin.
Rinciannya, perbatasan sisi timur di titik dekat area Pura Karangasem (area pemelastian), sisi barat di simpang Dewi Sartika (dekat kawasan Bandara), sisi utara di Jalan Kuta (perbatasan Desa Adat Kuta), dan sisi selatan di Jalan By-pass Ngurah Rai yang berbatasan dengan Desa Adat Kelan), ditambah di Taru Agung area Bandara Ngurah Rai. “Sepengetahuan saya, prosesi napak pertiwi nyatur desa ini baru pertama kalinya dilaksanakan sepanjang sejarah di Desa Adat Tuban. Hal ini sudah diwacanakan tahun sebelumnya dan kita laksanakan tahun ini,” ungkapnya.
Upacara nangluk merana digelar terpusat di catus pata mulai pukul 11.00 Wita, dengan sarana pacaruan Panca Sata, yang dipuput oleh Pemangku Gede Kahyangan Tiga. Setelah upacara selesai digelar, kemudian 4 pelawatan Ida Batara, yaitu Pangerurah, Ratu Gede, Ratu Lingsir, dan Rarung diiring nyatur desa ke batas-batas wilayah Desa Adat Tuban.
Di sana pelawatan dihaturkan banten segehan. Setelah itu, pelawatan diiring ke Pura Dalem Kahyangan untuk dihaturkan segehan mancawarna, dan tetabuh. Usai persembahyangan bersama dilaksanakan, barulah dilakukan penyamblehan. Dengan demikian upacara bisa dibilang selesai dilaksanakan, dan pelawatan akan kembali ke parerepan.
Dipaparkannya, makna upacara nangluk Merana adalah nyomia segala unsur niskala yang membuat manusia dilanda kesulitan, seperti sunut sengkala, kabiaparan, kadurmangalan, ujar ale, dan sebagainya. Melalui upacara tersebut, pihaknya juga ngerastiti (memohon) agar Covid-19 yang juga merupakan merana dapat segera sirna dari muka bumi. Sehingga kehidupan masyarakat dapat berjalan normal dan perekonomian kembali pulih.
Prosesi napak pertiwi kedepannya akan terus dievaluasi. Sebab dalam pelaksanaanya ini, memang dihadapkan dengan sejumlah tantangan di lapangan. Seperti terik matahari yang menyengat dan keterbatasan juru pundut. Hal itu ke depannya akan coba disiasati dengan membuat kereta bantalan layaknya kendaraan yang bisa didorong sehingga pelawatan nantinya akan dilinggihkan di sana saat prosesi napak pertiwi dilaksanakan, kemudian akan dipundut ketika akan mesolah.
Selain itu, para pamundut ke depannya diminta agar yang sudah melaksanakan prosesi mewinten mejaya-jaya. Sebab kesucian dari pamundut sangat penting dalam prosesi tersebut. (BC5)