Kemarau Dibarengi El Nino, Ini Wilayah di Bali yang Alami Kekeringan Ekstrem

0
75
Kemarau
Peta Hari Tanpa Hujan di Wilayah Provinsi Bali. (ist)

Denpasar, balibercerita.com – 

Musim kemarau yang terjadi di wilayah Provinsi Bali bisa dibilang menjadi yang paling kering dan terpanjang yang terjadi selama 2 tahun belakangan ini. Sebab, kemarau tahun ini dipengaruhi juga oleh fenomena El Nino, yaitu pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.

Kepala Stasiun Klimatologi Bali Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Aminudin Al Roniri menerangkan, kondisi musim kemarau di Bali saat ini memang cukup kering dan panjang dibandingkan 2 tahun kemarin. Sebab, musim kemarau tahun ini dipengaruhi El Nino. Kondisi serupa terakhir kali terjadi pada musim kemarau 2019 dan itu merupakan hal yang sudah beberapa kali terjadi. “Kemarau yang dibarengi El Nino terakhir terjadi sekitar tahun 2019. Kalau tahun 2021 dan 2022, kemarau dipengaruhi Lanina,” ucapnya.

Baca Juga:   DPR RI Minta Polda Bali Tindak Tegas WNA Pelanggar Hukum

Musim kemarau kering dengan masa panjang itu cenderung berbeda-beda terjadi di wilayah Bali. Jika sebelumnya kondisi ini sempat melanda wilayah Karangasem, Buleleng, dan Nusa Penida, namun kini hanya wilayah Kabupaten Karangasem dan Buleleng saja. Kemarau panjang kemudian meluas di kedua wilayah tersebut.

Dampak musim kemarau panjang diamati BMKG dalam bentuk monitoring Hari Tanpa Hujan. Berdasarkan HTL berturut-turut (HTH) Provinsi Bali per tanggal 30 September 2023, secara umum HTH di Bali berada pada Kategori Masih ada hujan hingga Kategori Kekeringan Ekstrem (lebih dari 60 Hari Tidak Turun Hujan). Monitoring dilakukan setiap 20 hari sekali, untuk melihat sejauh mana kondisi kemarau yang terjadi di Bali.

Dari peta Peringatan Dini Kekeringan Provinsi Bali, beberapa wilayah dikelompokkan menjadi beberapa kategori HTL. Pertama, ketegori sangat pendek dengan 1-5 tanpa turun hujan yaitu di wilayah Kecamatan Selat, Karangasem. Kedua, kategori pendek dengan 6-10 tanpa turun hujan yang tersebar pada 34 titik di wilayah Bali timur, tengah, selatan, dan barat. Ketiga, kategori menengah dengan 11-20 tanpa turun hujan yang terjadi di 54 titik tersebar di seluruh wilayah Bali. Keempat, kategori panjang dengan 21-30 tanpa turun hujan yang terjadi di wilayah Nusa Penida timur laut.

Baca Juga:   Banggar DPRD Badung Bahas LKPJ Bupati 

Kelima, kategori sangat panjang dengan 31-60 tanpa turun hujan pada 14 titik di 7 kabupaten. Yaitu di Kabupaten Buleleng (Buleleng, Gerokgak, Kubutambahan, Sawan, dan Sukasada), Kabupaten Jembrana  (Melaya), Kabupaten Bangli (Kintamani), Kabupaten Karangasem (Karangasem dan Kubu), Kabupaten Badung (Kuta, Kuta Utara, dan Kuta Selatan), Kabupaten Klungkung (Nusa Penida) dan Kota Denpasar (Denpasar Timur dan Denpasar Selatan).

Keenam, kategori kekeringan ekstrem dengan lebih dari 60 hari tanpa turun hujan di 10 titik. Yaitu 1 titik di Kubu, Karangasem, 1 titik di Kintamani, Bangli, dan 8 titik di wilayah Buleleng. Adapun ranking teratas daerah yang tidak turun hujan yaitu Kecamatan Kubu, Karangasem, dengan 90 hari tanpa hujan, Kubutambahan, Buleleng, dengan 89 hari tanpa hujan, Kintamani, Bangli, dengan 84 hari tanpa hujan, dan Gerokgak, Buleleng, dengan 84 hari tanpa hujan.

Baca Juga:   Tingkatkan Layanan Publik, Badung Launching Limossin dan Gerai Adminduk 

Kendati demikian, masih terdapat peluang turunnya hujan di 5 titik. Yaitu di Petang, Badung, Kintamani, Bangli, Pupuan, Tabanan, serta di Sukasada dan Busung Biu, Buleleng. Namun potensi relatif rendah intensitasnya yaitu 50 mm/dasarian dan bahkan sampai 20 mm/dasarian. Kondisi ini dinilai belum cukup untuk mengakomodir kebutuhan sektor pertanian dan kebutuhan masyarakat.

Kondisi tersebut diharapkan dapat berakhir pada akhir November 2023, seiring dengan masuknya musim hujan. Karena kondisi itu masih cukup panjang, maka masyarakat dan pemerintah daerah diminta untuk mengantisipasi hal itu. Khususnya daerah yang mengalami musim kemarau ekstrim, karena musim hujan di wilayah tersebut cenderung datang belakangan dibandingkan wilayah lainnya. 

“Ini perlu diwaspadai dampak lebih panjang di wilayah yang mengalami kemarau ekstrim. Baik ketersediaan  air bersih, gagal panen, maupun kebakaran lahan. Jangan membakar sampah dan buang puntung rokok di hutan,” imbaunya. (BC5)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini