Mangupura, balibercerita.com –
Penyelenggaraan KTT G20 di Nusa Dua dinilai dapat menimbulkan multiplier effect bagi perekonomian Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak tersebut juga bukan hanya dapat dirasakan saat ini, melainkan jauh ke depan.
Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Odo RM Manuhutu mengatakan, KTT G20 di Bali memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan IMF World Bank. Jika organisasi dana moneter internasional itu membawa dampak lebih dari Rp 1,5 triliun, maka forum kelompok kerja sama multilateral G20 itu akan lebih lagi. Hal itu dikarenakan negara-negara yang hadir nantinya merupakan negara yang menguasai GDP (Gross Domestic Product) dunia.
“Negara-negara ini adalah the most powerful nation in the world. Pada G20 ini ada 5 negara yang memiliki senjata nuklir. Dari sisi tersebut, maka dari aspek ekonominya kuat dan politiknya juga kuat,” ungkapnya belum lama ini di Kuta.
Saat KTT G20 nanti, ada banyak hal yang akan dibahas. Mayoritas di antaranya berkaitan dengan isu-isu finansial dan moneter. Lebih dari 150 meeting akan diselenggarakan di Indonesia, dalam satu tahun ke depan di berbagai tempat. Namun puncaknya akan diselenggarakan di Bali, tanggal 31 Oktober 2022, yang akan dipimpin langsung Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Diharapkan momentum tersebut dapat dimanfaatkan untuk me-rebranding Bali sebagai destinasi berkualitas (quality tourism, bukan malah mass tourism yang selama ini dikenal.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Pulik Kementerian Kominfo, Usman Kansong secara daring menyampaikan, KTT G20 akan diselenggarakan mulai tanggal 1 Desember 2021 hingga 31 Oktober 2022. Akan ada 150 hingga 180 kegiatan pertemuan di Indonesia, yang mayoritas akan diselenggarakan di wilayah Provinsi Bali. Manfaat G20 nantinya bukan hanya untuk Indonesia saja, melainkan juga untuk dunia. Yaitu sesuai temanya recover together, recover stronger yang berarti pulih bersama, bangkit perkasa.
Bagi Indonesia, event itu akan menambah PDB. Sebab kedatangan para delegasi tidaklah ditanggung pemerintah Indonesia. Secara otomatis biaya yang dikeluarkan para delegasi akan menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Khususnya bagi hotel, UMKM dan pariwisata. G20 bukanlah sekedar pertemuan, melainkan menghasilkan sesuatu yang konkret dan baik bagi Indonesia. Misalnya di bidang inklusi keuangan, pembiayaan hijau, dan transformasi digital.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi Kemenko Marves, Andreas Dipi Patria. Manfaat G20 dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu manfaat sebelum kegiatan berlangsung, manfaat ketika kegiatan berlangsung, dan manfaat setelah kegiatan berlangsung. Ketika G20 sukses terselenggara, maka dunia internasional akan menilai Indonesia sangat baik dalam mengendalikan pandemi. Hal itu akan menumbuhkan kepercayaan internasional, sehingga jalur penerbangan internasional juga akan terbuka kembali. Dengan demikian, maka ekonomi Bali akan kembali pulih.
Dipaparkannya, ada 3 positioning Indonesia dalam Forum G20. Pertama adalah memperjuangkan kepentingan nasional pada kancah global. Kedua, sebagai representasi negara berkembang dalam membangun sistem perekonomian global yang adil, terbuka, dan berkelanjutan. Ketiga, memastikan pemulihan dari krisis ekonomi terjadi secara inklusif bagi seluruh negara (bukan hanya negara G20) dan kelompok rentan.
G20 akan memicu kunjungan ribuan delegasi sehingga meningkatkan devisa, dan mendorong roda perekonomian dari sektor akomodasi, transportasi, makan-minum dan pariwisata. Diperkirakan, konsumsi domestik meningkat Rp 1,7 triliun dan PDB domestik meningkat Rp 7,43 triliun. Penyelenggaraannya di berbagai kota juga meningkatkan peran UMKM dan penyerapan 33.000 tenaga kerja di berbagai sektor. “Secara agregat, manfaat ekonomi 1,5 hingga 2 kali lebih besar daripada penyelenggaraan IMF-WBF Annual Meetings di Bali pada 2018 lalu,” imbuhnya. (BC5)