Denpasar, balibercerita.com –
Aksi untuk penundaan pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) oleh DPR RI terjadi secara serentak hampir di wilayah Indonesia. Aksi tersebut terjadi dikarenakan draft RKUHP yang akan disahkan tersebut dianggap masih mencantumkan pasal-pasal bermasalah. Tidak terkecuali di Bali, aksi serupa digelar para mahasiswa yang tergabung dalam Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali, di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Denpasar, Selasa (6/12).
Di tengah aksi, Sekjen Frontier Bali A.A. Gede Surya Sentana memaparkan bahwa draft terbaru RKUHP muncul kembali secara senyap dan masih mengakomodir pasal-pasal bermasalah. Diantaranya pasal 217, 218, 219 RKUHP yang berkaitan penghinaan presiden. Kemudian pasal 240, 241 RKUHP yang mengatur terkait penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara.
“Pasal bermasalah tersebut merupakan warisan kolonial Belanda, yang digunakan untuk mengekang para pejuang, mendiskriminasikan, menindas para pejuang kemerdekaan pada masa kolonial Belanda,” papar Surya Sentana.
Dalam sejarah demokrasi di Indonesia, ia menuturkan bahwa pasal penghinaan terhadap presiden, pemerintah dan lembaga negara telah dihapus lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK tersebut dengan nomor 013-022/PUU-IV/2006 dan nomor 6/PUU-V/2007. Penghapusan dilakukan karena pasal tersebut bertentangan dengan hak kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan maupun tulisan.
Indonesia merupakan negara hukum yang menjamin hak-hak dasar dan kebebasan warganya dalam berpendapat, berekspresi, dan menyuarakan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Kebebasan dalam berpendapat juga ditegaskan pada pasal 28 UUD 1945.
Saat menggelar aksi, Frontier Bali menyatakan sikapnya untuk menolak rencana pengesahan RKUHP yang masih mengandung pasal-pasal bermasalah. Selain itu, mereka juga mendesak DPR RI untuk mencabut pasal-pasal bermasalah dan mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi, juga membuka partisipasi publik seluas-luasnya dalam pembahasan RKUHP. Mendesak DPRD Bali dan Gubernur Bali secara kelembagaan untuk bersurat kepada ketua DPR RI agar menunda pengesahan RKUHP yang masih memuat pasal-pasal bermasalah. (BC17)