Mangupura, balibercerita.com –
Banjar adat dan sekaa teruna (ST) di Desa Adat Ungasan dan Desa Adat Bualu memutuskan untuk tidak membuat dan melaksanakan pawai ogoh-ogoh serangkaian hari raya Nyepi 1944. Hal itu didasari atas beberapa pertimbangan menyangkut situasi dan kondisi saat ini di lapangan. Mereka juga mengapresiasi atas diperkenankannya pembuatan dan pengarakan ogoh-ogoh tahun ini oleh Pemerintah Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Bali.
Menurut Bendesa Adat Ungasan, Wayan Disel Astawa, sebanyak 15 banjar adat di Desa Adat Ungasan memang sepakat tidak melaksanakan pembuatan maupun pawai ogoh-ogoh demi kenyamanan dan keamanan hari raya Nyepi 1944 pada bulan Maret 2022. Adapun pertimbangan yang mendasari, pertama, terkait persyaratan dalam SE yang diberlakukan. Seperti wajib melakukan swab antigen di masing-masing banjar, jumlah peserta dibatasi hanya 50 orang, dan sebagainya.
Kedua, kondisi ekonomi yang masih lesu tentu membuat sulitnya pembiayaan pembuatan ogoh-ogoh. Belum lagi ditambah dengan biaya swab antigen yang akan membuat dana pembuatan ogoh-ogoh berkurang. Jika dihitung pembiayaan swab antigen 50 orang dikali Rp 100 ribu, maka hal itu akan menghabiskan biaya Rp 5 juta. Ketiga, dengan tidak melaksanakan pembuatan dan pawai ogoh-ogoh maka hal itu sekaligus sebagai upaya untuk menciptakan harapan bagi Pemerintah Provinsi Bali, agar makin cepat pemulihan sektor pariwisata dan suksesnya pelaksanaan G20 yang akan dilaksanakan di Bali. “Itu yang membuat motivasi daripada klian adat banjar dan sekaa teruna adat kami sepakat untuk tidak melaksanakan pembuatan dan pawai ogoh-ogoh,” jelasnya.
Selaku bendesa adat, pihaknya tentu menghargai dan memberikan apresiasi akan hal itu. Sebab para yowana di desanya sangat paham betul terhadap keberadaan Bali itu sendiri, yang pendapatannya bersumber dari pariwisata. Jika terjadi lonjakan kasus akibat dari pelaksanaan ogoh-ogoh, tentu hal itu akan mengakibatkan semakin lamanya pandemi Covid-19.
Sebelumnya, Bendesa Adat Bualu, I Wayan Mudita juga mengungkapkan bahwa ST se-Desa Adat Bualu sepakat untuk tidak membuat ogoh-ogoh. Kesepakatan itu dituliskan dalam sebuah Berita Acara Keputusan Rapat Prajuru Desa Adat Bualu, tertanggal 11 Januari 2022 lalu. Kedelapan ST dari 8 banjar tersebut memilih untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat adat, budaya dan agama, seperti ngelawang, magibung, persembahyangan bersama dan pasraman kilat.
Keputusan tersebut diambil berdasarkan sejumlah pertimbangan, seperti keterbatasan pembiayaan dan waktu yang mepet dan sejumlah persyaratan yang termuat dalam Surat Edaran Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Nomor 009/SE/MDA-Prov Bali/XII/2021 tentang pembuatan dan pawai ogoh-ogoh menyambut hari suci Nyepi Tahun Baru Saka 1944. “Sekarang ini masih dalam situasi pandemi, jadi kami tetap menghormati dan menjaga apa yang menjadi anjuran pemerintah. Selain itu ada juga kekhawatiran terulangnya pengalaman sebelumnya, yakni ketika ogoh-ogoh dibuat, beberapa hari sebelum pengarakan malah muncul pelarangan akibat pandemi Covid-19,” ungkapnya.
Diakuinya, Pemkab Badung memang berencana memberikan stimulus senilai Rp10 juta kepada setiap ST yang membuat ogoh-ogoh. Namun, pembuatan ogoh-ogoh di wilayahnya pada umumnya membutuhkan biaya yang melebihi anggaran tersebut. Sementara kondisi dana di ST ataupun banjar saat ini sangat minim. Hal itu juga yang menjadi salah satu pertimbangan peniadaan pembuatan ogoh-ogoh di tahun ini. (BC5)