Mangupura, balibercerita.com –
Kerauhan sejatinya sudah sangat lazim terjadi di Bali. Disadari atau tidak, fenomena kondisi seseorang dalam keadaan tidak sadar atau trance ini telah membawa banyak pengaruh dalam konteks pelaksanaan ritual hingga pembangunan suatu tempat suci. Namun, belakangan fenomena kerauhan kerap viral di media sosial dan menjadi sorotan. Tidak sedikit yang mencemooh fenomena ini. Apa sebabnya?
Menurut penekun spiritual, Mangku Kutai, kerauhan seharusnya tidak perlu dipandang aneh karena sudah ada sejak dahulu. Apalagi, karena adanya kerauhan, banyak berdiri pura dan perbaikan pura atau pembenahan dalam hal pelaksanaan dan sarana ritual. Jadi, seharusnya tidak perlu dipandang aneh.
Mangku Kutai menyebut, fenomena kerauhan kini dipandang aneh dan menjadi viral karena banyak netizen yang memberikan penilaian. Netizen pun berasal dari latar belakang agama dan suku yang beragam. Maka ketika mereka yang tidak mengenal ragam budaya dan ritual yang ada di Bali, kemungkinan mereka akan memberikan penilaian buruk terhadap fenomena kerauhan.
Kemudian, dari sisi orang Bali sendiri, zaman sekarang banyak generasi muda yang kurang paham fenomena tersebut. “Karena mereka kurang mengetahui hal itu dan mencerminkan diri dengan agama lain. Dia bertanya kepada orangtuanya yang kebetulan tidak tahu, maka mereka akhirnya tidak dapat pemahaman penuh terkait kerauhan,” ujarnya.
Menurutnya, kerauhan sangat disakralkan oleh umat Hindu di Bali, terlebih ketika terjadi dalam konteks pelaksanaan ritual. Namun, belakangan ini tak sedikit ulah oknum di masyarakat yang justru mencoreng nilai-nilai kesakralan tersebut.
Contohnya ketika seseorang punya keinginan untuk mengalami kerauhan karena dirinya ingin dianggap oleh masyarakat sebagai seorang penekun spiritual. Ini jelas hanya unsur emosional orang tersebut yang muncul. Mungkin saja ia mengalami trance, tetapi itu lebih kepada alam bawah sadarnya yang bermain akibat sugesti berlebihan. Persoalan ini pula yang pada akhirnya menambah persepsi negatif atas kerauhan.
Maka dari itu, Mangku Kutai mengimbau umat Hindu di Bali untuk senantiasa introspeksi diri dan menjaga adab orang Bali. Hal paling sederhana yang bisa dilakukan misalnya dengan tidak menggembar-gemborkan keyakinan. Sebab jika itu dilakukan, pasti akan muncul pro dan kontra, bahkan konflik di masyarakat. Pahami dulu sumber dan konteks informasi baik berupa tulisan maupun video sebelum membagikannya ke media sosial. Jangan gara-gara ingin mendulang like dan view banyak, agama dan tradisi adiluhung di Bali jadi taruhan.
Ia pun berharap viralnya fenomena kerauhan bisa menjadi pelajaran bagi orang Bali agar lebih banyak mempelajari dan memahami budaya sendiri. Terlebih ketika budaya tersebut menjadi unsur penting dalam praktik keagamaan di Bali. (BC13)