Mangupura, balibercerita.com –
Lima desa adat di Kuta Selatan memutuskan tidak melaksanakan prosesi pengarakan ogoh-ogoh serangkaian hari raya Nyepi 1944. Lima desa adat dimaksud yakni Kutuh, Pecatu, Ungasan, Bualu dan Kampial. Kendati demikian, mereka akan melaksanakan tradisi mabuwu-buwu, yaitu suatu tradisi yang dilaksanakan pada saat malam Pangerupukan, dengan berkeliling membawa sarana obor, menyemburkan mesuwi dan bawang, serta membunyikan kentongan dan bunyi-bunyian lain. Tujuan dari kegiatan itu adalah menetralisir unsur butha.
Camat Kuta Selatan, Ketut Gede Arta menjelaskan, informasi tersebut diketahui dari hasil rapat koordinasi pelaksanaan Tumpek Uye dan Danu Kertih masing-masing desa adat, serta pelaksanaan hari raya Nyepi 1944 Saka belum lama ini. Kelima desa adat tersebut memang tidak akan melaksanakan pawai ogoh-ogoh, namun akan melaksanakan tradisi mabuwu-buwu.
Sementara, empat desa adat lainnya, yaitu Jimbaran, Peminge, Tengkulung dan Tanjung Benoa, tetap akan melaksanakan pawai ogoh-ogoh. Namun hal itu tidaklah dilombakan dan diminta untuk mengacu pada surat edaran (SE) kesepakatan bersama PHDI dan MDA Kabupaten Badung. “Pada intinya dalam rapat koordinasi itu kita pakai untuk sosialisasi dan penekanan surat kesepakatan bersama itu. Tapi bukan hanya terkait ogoh-ogoh saja, tapi juga terkait Melis, Pangerupukan dan Catur Brata Penyepian. Tujuannya agar bagaimana pelaksanaan upacara suci ini berjalan dengan khidmat, kondusif dan nyaman,” terangnya.
Mengacu pada surat kesepakatan tersebut, prosesi mabuwu-buwu dan pengarakan ogoh-ogoh diminta untuk dilaksanakan di masing-masing banjar adat setempat. Hal tersebut guna mencegah terjadinya penularan Covid-19 dalam pelaksanaan tradisi tersebut. Untuk pawai ogoh-ogoh, setelah dilakukan pengarakan maka ogoh-ogoh itu diminta untuk ditempatkan ke lingkungannya masing-masing. Sesuai SE, ia juga sampaikan agar masing-masing banjar mengeluarkan satu ogoh-ogoh.
Namun mengingat wilayah di Kuta Selatan banyak ada perumahan, kemungkinan penduduk di sana juga ada yang mengarak ogoh-ogoh. Untuk itu pihaknya meminta kepada banjar atau desa adat setempat, untuk mengawasi aktivitas itu dan memberikan pemahaman terkait poin SE. (BC5)