Mangupura, balibercerita.com –
Sebagai salah satu Pura Sad Kahyangan Jagat di Bali, Pura Luhur Uluwatu merupakan stana Dewa Rudra. Pura yang terletak di arah mata angin barat daya ini berada di wilayah Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Pura ini juga berstatus Dang Kahyangan karena menjadi jejak sejarah perjalanan dharma yatra Dang Hyang Nirartha ke Bali. Di tempat inilah Dang Hyang Dwijendra (nama lain Dang Hyang Nirartha) mencapai moksa.
Bangunan utama pura yaitu meru tumpang tiga sempat mengalami insiden tersambar petir hingga menyebabkan sebagian fisik bangunan hangus terbakar pada Selasa, 8 November 2022 malam. Saat itu, kebetulan bertepatan dengan rahina Purnama, dengan kondisi hujan disertai angin kencang. Peristiwa serupa ternyata pernah terjadi sekitar tahun 1987 dan 1995.
Salah seorang pamedek asal Tabanan sempat menjadi saksi dari peristiwa tersebut, karena berada di bawah meru. Ni Ketut Mira Andayani melihat langsung bagaimana petir menyambar bagian atap palinggih. Hal itu sempat membuat ia kaget, dan tempat tirta yang ia pegang saat itu juga terkena imbas sambaran hingga pecah.
Beruntung, ia tidak kenapa-kenapa, walaupun ia sempat mengalami shock dan bingung atas kejadian tersebut. Ia hanya sempat merasakan adanya api di tangannya, namun tidak mengalami luka sama sekali.
Atas musibah tersebut, pihak pangemong pura dari Desa Adat Pecatu dan pangempon dari Puri Jro Kuta kemudian menggelar upacara guru piduka. Dengan terlebih dahulu meminta petunjuk Ida Pedanda, termasuk tahap dan prosesi yang seharusnya ditempuh.
Upacara guru piduka dilaksanakan menggunakan banten Eka Sata, pada tanggal 12 November 2022. Usai melaksanakan guru piduka, bangunan palinggih utama yang terbakar kemudian dibangun ulang atau dipugar. Sebab peristiwa tersebut tergolong cuntaka.
Proses pembangunan palinggih utama pura dilaksanakan dengan memperhatikan dewasa ayu (hari baik dalam kalender Bali). Seperti saat mencari kayu beti atau kayu untuk penunjang meru yang dilaksanakan tanggal 13 Januari 2023 bertepatan Sukra Wage Kuningan. Bahan dari beti atau tiang pasak merupakan pohon jenis majegau yang dicari dari hutan Banjar Seming, Payangan, Gianyar.
Batang pohon yang telah ditebang kemudian dikeringkan dengan proses alami selama 3 bulan (tanpa menggunakan oven atau dijemur di terik matahari). Setelah kering dengan sempurna, kemudian dilaksanakan upacara matur piuning untuk mulai membuat bangunan suci di Pura Uluwatu.
Pembuatan meru tumpang tiga sebagian besar dilakukan di kediaman undagi asal Tampaksiring Gianyar yaitu Jero Mangku Dalang Contok. Pengerjaan dilaksanakan oleh 10-15 undagi kayu dan 15-20 undagi ijuk. Selain dari kesucian bahan, para undagi yang bekerja juga diminta memiliki niat yang suci (bersih), tidak sombong, hati yang tulus, sabar, ikhlas, dan memiliki rasa untuk ngayah. Usai melaksanakan ngerakepin atau menyatukan bagian beti meru tumpang tiga, kemudian dilanjutkan pemasangan kereban atau atap palinggih.
Bertepatan dengan rahinan Sugihan Bali dan Kajeng Kliwon, yaitu Jumat, 28 Juli 2023, dilaksanakan upacara pamelaspasan oleh Ida Bagawanta Puri, Ida Pedanda Sri Arimbawa, Ida Pedanda Badung, dan Ida Pedanda Buda dari Karangasem. Upacara tersebut bermakna sebagai prosesi pembersihan dan penyucian kembali, setelah dilakukan pembangunan palinggih baru pascaterbakar akibat sambaran petir. (BC5)