Mangupura, balibercerita.com –
Desa Adat Tanjung Benoa menjadi salah satu desa yang inovatif dalam mengelola potensi wilayahnya, yaitu sektor pariwisata. Selain berkontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Badung, hasil dari pengelolaan keuangan itu kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat adat melalui berbagai macam program yang bertujuan meringankan beban masyarakat dalam pelaksanaanya yadnya seperti pemberian daging pada saat Galungan dan Pangrupukan, pemberian sembako dan dana saat pandemi, ngaben massal, serta yang terbaru adalah pemberian bantuan kelayu sekaran kepada krama yang berpulang.
Program Kelayu Sekaran berupa bantuan sarana upakara yang diperlukan, dengan nilai Rp15 juta. Nilai tersebut telah disesuaikan dengan biaya sarana upakara yang diperlukan seperti banten, pembuatan peti, angklung, termasuk mes, maupun tirta yang diperlukan dari griya. Program tersebut telah di-launching pada saat pelaksanaan ngaben massal di awal bulan Desember 2022.
Bendesa Adat Tanjung Benoa, Made Wijaya menerangkan, program tersebut merupakan bantuan kepada krama adat Tanjung Benoa sekali seumur hidup, yaitu pada saat warga kelampusan (meninggal dunia). Hal itu dalam upaya meringankan beban krama dalam pelaksanaan yadnya, yang sekaligus merupakan bagian swadarmaning prajuru dalam konsep Tri Hita Karana, yaitu Parahyangan, Pawongan dan Pelemahan.
“Program itu telah disetujui prajuru desa adat di paruman agung dan telah dibuat perinciannya. Bantuan senilai Rp15 juta itu disalurkan berupa sarana upakara yang dibuatkan oleh serati desa, bukan berupa uang tunai,” ucap pria yang akrab disapa Yonda ini.
Lahirnya program itu tidak lepas dari peran LPD, BUPDA maupun institusi yang dibuat desa adat dalam melakukan pengelolaan potensi desa. Program tersebut juga sekaligus bentuk menyeimbangkan hak dan kewajiban. Pendapatan yang diperoleh atas anugrah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang kemudian dikelola menjadi pemasukan desa, kemudian dikembalikan lagi kepada krama atas kepedulian krama ikut mensukseskan program desa adat dan menjaga karunia Tuhan.
“Ini menjadi sejarah di Tanjung Benoa, khususnya bagi kami di prajuru. Tentu ini tidak terlepas dari dukungan krama atas program yang kita canangkan, sehingga dapat berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Semua pembuatan sarana banten yang diberikan kepada krama ini digarap oleh serati desa sehingga program itu sekaligus sebagai pemberdayaan masyarakat desa. Selain itu, penggunaan angklung dalam prosesi kelayu sekaran juga menampilkan gamelan angklung.
Selain sebagai bentuk penghormatan kepada sang kelayu sekar, hal itu juga sebagai bentuk pelestarian seni. Ke depan, siapapun yang menjadi bendesa dan prajuru adat, diharapkan agar program itu bisa diteruskan sampai jangka panjang. Hal itu tentunya dapat disesuaikan kenaikan nilai barang.
Upaya meringankan beban warga dalam pelaksanaan yadnya juga dilaksanakan pada saat upacara ngaben massal. Saat pelaksanaan ngaben massal tahun 2022, sebanyak 80 puspa dibantu dari sisi pembiayaan. Keluarga yang memiliki puspa hanya dikenakan biaya sebesar Rp500 ribu, sebagai tanggung jawab kepada orangtua yang diupacarai. Jatu itu bertujuan agar jangan sampai menghilangkan kewajiban anak kepada orangtuanya. (BC5)