Denpasar, balibercerita.com –
Perayaan hari Tri Suci Waisak 2566 di Vihara Buddha Sakyamuni (VBSM), Denpasar, dilangsungkan Senin (16/5). Rangkaian acara diawali dengan meditasi bersama menyambut detik-detik Waisak yang jatuh pada pukul 12.13.46 Wita. Sore harinya, dilaksanakan abhayadana (memberi keselamatan atau ketidaktakutan atau rasa aman kepada makhluk hidup) dengan melepas ratusan burung, dilanjutkan dengan ramah-tamah dan puja bakti Waisak.
Ketua panitia perayaan Waisak, Anita Verina menerangkan, dalam memperingati detik-detik Tri Suci Waisak, biasanya Umat Buddha di VBSM melakukan meditasi perenungan diri. “Biasanya untuk detik-detik Waisak itu kita lakukan meditasi. Pada saat meditasi kita merenungkan tentang diri kita, tentang makna Waisak, dan bagaimana ke depannya kita bisa menjalankan makna Waisak ini lebih baik dari sebelumnya,” terang Anita.
Dijelaskan, rangkaian peringatan Tri Suci Waisak telah dimulai dengan mahajata atau peringatan ulang tahun Vihara Buddha Sakyamuni sejak sebulan sebelumnya, dan dilaksanakan online. Selain itu, berlangsung Sebulan Pendalaman Dhamma (SPD) yang digelar dua kali dalam seminggu, yakni Kamis dan Minggu, dan upacara Pattidana atau pelimpahan jasa serta Visudhi Upasaka Upasika.
Perayaan Waisak bukan hanya untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Sang Buddha, yakni lahirnya pangeran Siddhartha Gautama, Pangeran Siddhartha mencapai penerangan sempurna sebagai Buddha, dan Sang Buddha parinibbhana, namun juga menjadi momentum untuk selalu ingat dan melaksanakan ajaran Buddha.
Perayaan Waisak 2022 yang mengangkat tema “Moderasi Beragama Membangun Kedamaian”, sejalan dengan kondisi sosial kemasyarakatan saat ini. Sanghanayaka (Ketua Umum) Sangha Theravada Indonesia, Bhikkhu Sri Subhapafifio, Mahathera dalam pesan Waisak yang disampaikan kepada seluruh umat di seluruh Indonesia menyatakan, moderasi beragama sangat tepat diterapkan di tengah kehidupan dewasa ini.
Hal ini memberi kesempatan bagi umat Buddha dan umat beragama lain untuk melaksanakan agama masing-masing dengan sikap saling bertoleransi, sehingga terbangunlah kedamaian hidup antarumat beragama di Indonesia. “Marilah umat Buddha sekalian melaksanakan moderasi beragama dengan menerapkan cinta kasih dan kasih sayang disertai kebijaksanaan, kesusilaan (moral), dan keteguhan pikiran (meditasi), agar kotoran pikiran dapat dikurangi bahkan dilenyapkan sehingga terbangunlah kedamaian masyarakat di Indonesia,” ujarnya.
Ditambahkan, moderasi beragama menjadi kebutuhan untuk menemukan persamaan dalam perbedaan. Bukan mempertajam perbedaan dengan bersikap eksklusif. Moderasi beragama menjunjung nilai kemanusiaan dan menghadirkan keseimbangan pemahaman agama di tengah masyarakat. Moderasi beragama sebagai jalan bijak memadukan cinta kasih dan kasih sayang serta pemahaman agama lebih terbuka terhadap perkembangan kehidupan dewasa ini, sehingga moderasi beragama dapat menjauhkan sikap ekstrem bahkan pemikiran primordialisme dan intoleransi terhadap perbedaan. (BC17)