Mangupura, balibercerita.com –
Desa Adat Kuta melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan hari raya Nyepi Saka 1944. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat ataupun wisatawan yang menginap di Kuta. Pengetatan pengawasan itu difokuskan pada malam hari, karena dinilai rawan terjadi pelanggaran.
Bendesa Adat Kuta, I Wayan Wasista mengatakan, setiap orang yang berada di wilayah Desa Adat Kuta harus menghormati pelaksanaan Catur Brata Panyepian. Untuk melakukan pengawasan, pihaknya menugaskan pecalang, prajuru desa dan pecalang di setiap banjar pada setiap titik wilayah penugasan. Pengawasan itu akan lebih diketatkan saat malam hari, karena dinilai menjadi waktu yang rawan terjadinya potensi pelanggaran, khususnya menyangkut penggunaan lampu penerangan. “Petugas kita minta memberikan suri tauladan. Jangan sampai hal itu dijadikan kesempatan untuk berkeliaran di luar rumah,” tegasnya.
Pihaknya mengaku telah melakukan koordinasi dan bersurat kepada manajemen hotel di wilayah Kuta. Dengan tujuan agar wisatawan yang menginap di hotel menghargai pelaksanaan Nyepi di Kuta. Mereka diminta mengikuti aturan, tidak boleh membuat keributan, tidak boleh keluar dari hotel, dan jangan sampai ada sinar lampu yang keluar pada saat malam hari.
Jika ditemukan ada wisatawan yang berkeliaran, mereka akan diberikan pembinaan. Pihak manajemen hotel juga akan mendapatkan peringatan, jika membandel akan diberikan sanksi berupa denda sebesar Rp 200 ribu. Hal itu sebagai peringatan agar mereka tidak mengulangi kembali perbuatannya itu. “Selama perayaan Nyepi, belum pernah ditemukan pelanggaran yang sampai harus diberikan sanksi berupa denda. Pelanggaran yang ditemukan biasanya akibat lupa mematikan lampu. Setelah kami ingatkan kembali mereka sudah sadar,” imbuhnya. (BC5)
