Denpasar, balibercerita.com –
Ir. Anak Agung Gede Agung Dalem, S.T., M.T., berhasil menyandang predikat membanggakan dengan pujian (cumlaude) Program Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana. Hal itu diperoleh setelah ia dinyatakan lulus ujian terbuka S3 di ruang Aula Widya Sabha Mandala Lantai IV Gedung Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Denpasar, Selasa (6/8). Ia dinyatakan menjadi doktor ke-230 di Fakultas Ilmu Budaya dan ke-290 di Program S3 Kajian Budaya Unud.
Mengangkat tema Darurat Sampah: Resistensi Masyarakat Terhadap Kebijakan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Kabupaten Badung, disertasi pria yang menjabat Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung ini menuai apresiasi dari tim penguji yang terdiri dari 4 guru besar dan 5 penguji yaitu Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., (ketua/penyanggah), Prof. Dr. AAN Anom Kumbara, M.A. (promotor/penyanggah), Dr. Nanang Sutrisno, S.Ag., M.Si. (kopromotor I/penyanggah), Dr. Dra. Maria Matildis Banda, M.S. (kopromotor II/penyanggah), Prof. Dr. I Nym. Weda Kusuma, M.S. (penguji), Prof. Dr. Ir. Nyoman Sri Subawa, S.T., S.Sos., M.M., IPM (penguji), Dr. IGAA Mas Triadnyani, S.S., M.Hum., (penguji), Dr. Mayske Rinny Liando, S.Pd., M.Pd. (penguji), dan Dr. Dra. Ni Made Wiasti, M.Hum. (penguji).
Sidang promosi doktor yang berlangsung selama 2,5 jam itu dihadiri oleh sejumlah pejabat, mantan pejabat, maupun staf DLHK Badung, praktisi pengelolaan sampah, dan pihak keluarga Gung Dalem. Diantaranya, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali Ir. Ida Bagus Setiawan, S.T., M.Si., Kepala DPMPTSP Kabupaten Badung Dr. Ir. I Made Agus Aryawan, S.T., M.T., Kadis Perkim Badung Anak Agung Ngurah Bayu Kumara Putra, S.T., M.T., Sekretaris Dispar Badung Anak Agung Gede Raka Yuda, S.E., dan mantan Kadis PMD Badung Putu Gede Sridana.
Menurut Gung Dalem, disertasi ini dilatarbelakangi oleh menguatnya ancaman darurat sampah di Bali termasuk Kabupaten Badung, seiring meningkatnya jenis dan jumlah volume sampah yang dihasilkan masyarakat dari tahun ke tahun, serta rumitnya penanganan sampah. Kabupaten Badung sebagai daerah pariwisata memiliki kepentingan untuk mengatasi masalah sampah ini, karena dapat mengganggu citra pariwisata dan masalah-masalah sosial, lingkungan, serta kesehatan.
Penelitian difokuskan pada resistensi masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan sampah berbasis sumber yang dilematis, mengingat darurat sampah yang sedang dihadapi menebarkan ancaman nyata. Adapun tiga rumusan aspek kajian, yaitu bentuk resistensi, penyebab resistensi, dan implikasinya. Tiga masalah tersebut dikaji dengan teori kritis mazhab Frankfurt, teori relasi kuasa dan pengetahuan, serta teori resistensi.
Penelitian ini menerapkan metode kualitatif dengan pendekatan kajian budaya. Model etnografi kritis diterapkan dalam studi lapangan. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. “Data dianalisis melalui tahap reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data dengan menerapkan model analisis siklus hermeneutik kritis serta analisis percakapan etnometodologis untuk mengungkap makna di balik data,” terangnya.
Penelitian menyimpulkan bahwa bentuk resistensi masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan sampah berbasis sumber di Kabupaten Badung meliputi resistensi langsung dan terbuka, resistensi sehari-hari, resistensi terselubung, serta resistensi kontraideologis. Penyebab resistensi melibatkan resiprokalitas multifaktor, mencakup redefinisi kultur patron klien; miskonsepsi ruang suci; hiperegulasi dan ankonformitas kebijakan; konflik kepentingan; simulakra persampahan; disfungsi teknologi; dan etalase semu solusi sampah. Implikasi resistensi mencakup menguatnya ancaman darurat sampah; diskontinuitas kebijakan; meluasnya apatisme dan distrust masyarakat; dan implikasi multisektoral.
Temuan penelitian ini dirumuskan dalam terminologi lokal Bali “Tri Lulu” yang merefleksikan tiga dimensi penting dalam pengelolaan sampah di Bali. Pertama, disrupsi total konsepsi hulu-teben akibat menguatnya tekanan infrastruktur demografi dan ekonomi. Kedua, hiperegulasi dalam tata kelola sampah menyebabkan kebijakan tumpang tindih dan memicu benturan konflik kepentingan. Ketiga, resistensi publik dan individual, baik secara terbuka maupun terselubung, merefleksikan gagalnya dialog kesadaran subjektif dan praktik regulatif yang melahirkan solusi praktis.
Penelitian ini mengafirmasi teori Foucault bahwa govermentalisme menciptakan determinisme instrumental yang menghambat transformasi kesadaran dan otonomi individual dalam pengelolaan sampah. “Implikasi teoritisnya bahwa pengelolaan sampah tidak boleh tergantung semata-mata pada pemerintah atau masyarakat, tetapi melalui sinergi pentahelix dalam rangka pembudayaan pengelolaan sampah secara berkelanjutan,” tegasnya.
Gung Dalem mendapatkan apresiasi atas jawaban yang sangat memuaskan tim penguji. Apalagi sebagai pejabat di Pemerintah Kabupaten Badung, ia bisa menyelesaikan studi tepat waktu dengan predikat pujian. Disertasi itu juga mendapatkan acungan jempol karena mengangkat isu yang krusial di Bali dan menjadi masukan berharga bagi Unud.
Ia dinilai sangat peduli atas permasalahan sampah, sehingga mengangkat kecemasanya sebagai disertasi. Diharapkan, disertasi itu mampu memberikan masukan dan rekomendasi bagi semua pihak untuk bersama-sama untuk memperbaiki dan menyempurnakan tata kelola persampahan di Bali. Keberhasilan tersebut diharapkan dapat menjadi motivasi adik-adik kelasnya dan dijadikan role model bahwa pejabat selevel kepala bidang dapat membagi waktu dan menyusun disertasi dengan serius dan selesai tepat waktu.
Usai pelaksanaan sidang ujian terbuka, Gung Dalem menyampaikan terima kasih kepada promotor, kopromotor, dan semua penguji serta dukungan keluarga besar DLHK Badung dan keluarga yang memotivasi pihaknya untuk dapat menuntaskan studi. Hasil penelitian itu diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi dalam rangka pengembangan studi-studi tentang pengelolaan sampah dari beragam perspektif serta dapat dijadikan referensi bagi pemerintah pusat dan daerah dalam upaya merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang lebih memperhatikan aspek sosiokultural dalam penerapannya.
Bagi institusi desa adat dan dinas juga diharapkan dapat menjadikan penelitian ini sebagai salah satu rujukan untuk memperkuat sinergitas dalam pengelolaan sampah di wilayah masing-masing. Bagi DLHK Kabupaten Badung, diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas kinerja pengelolaan sampah dengan mengoptimalkan segala sumber daya, tanpa mengabaikan fungsi edukasi pada masyarakat.
Bagi para stakeholder persampahan, penelitian ini juga dapat dijadikan salah satu rujukan untuk melihat kondisi persampahan di Kabupaten Badung secara utuh sehingga dapat memberikan kontribusi nyata dalam penanganan sampah. Bagi masyarakat, diharapkan agar penelitian ini dapat menginspirasi untuk terus meningkatkan kesadaran, sikap, dan perilakunya dalam mengurangi volume sampah, memilah sampah dengan prinsip 3R, dan memanfaatkan semua sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah secara optimal.
“Implikasi teoritisnya bahwa pengelolaan sampah tidak boleh tergantung semata-mata pada pemerintah atau masyarakat, tetapi melalui sinergi pentahelix dalam rangka pembudayaan pengelolaan sampah secara berkelanjutan,” imbuhnya. (BC5)