Denpasar, balibercerita.com –
Untuk mendorong tumbuhnya sektor wisata bahari di Indonesia, pemerintah diharapkan dapat lebih optimal mendukung ekosistem yacht melalui regulasi maupun kebijakan lainnya yang pro akan sektor kapal wisata maupun cruise. Jika potensi ini didukung dengan kebijakan yang mendukung, diyakini Indonesia dapat meningkatkan ekosistem yacht di masa depan.
Sekretaris Umum INSA Darmansyah Tanamas menyampaikan bahwa Indonesia bukan hanya memiliki kapal niaga, tapi juga kapal pariwisata berbagai jenis. Armada pariwisata ini harus didukung dengan marina atau pelabuhan untuk bersandarnya kapal yacht dan pariwisata.
Karena itu, pihaknya mendorong agar sarana dan prasarana infrastruktur marina untuk tumbuh berkembang. Dengan tumbuhnya sektor yacht, tentu akan menumbuhkan sektor ekonomi di kawasan pesisir. Sehingga, sektor maritim dapat menyumbang lebih banyak kedepannya, apalagi di dalamnya merupakan ekonomi inklusif.
“Keberadaan marina berstandar internasional ini diperlukan agar kapal dari luar negeri merasa nyaman, aman, terlayani dengan baik. Jika kita memiliki banyak marina berstandar internasional, kapal yacht akan datang ke sini, baik dari dalam maupun luar,” ucapnya.
Pihaknya mendorong adanya regulasi dan deregulasi yang pro dengan ekosistem yacht. Yacht diakuinya relatif baru di Indonesia dan kadang masih dicampuradukkan regulasinya.
Karena itu, regulasi seyogyanya harus mengikuti dinamika bisnis. Indonesia sendiri belum banyak mengatur banyak tentang yacht.
Selama ini, keberadaan yacht terkadang terbentur dengan asas kabotas yang membatasi kapal asing yang sifatnya pariwisata untuk datang ke Indonesia. Selain itu, yacht ketika singgah di suatu tempat juga tidak diperbolehkan mengangkut penumpang di tempat singgah.
Hal ini perlu deregulasi dengan catatan adanya batasan tertentu kepada kapal asing. Hal itu sebagai upaya memberikan kesempatan pelaku usaha yang ingin berinvestasi di kapal pariwisata.
Nova Y. Mugijanto selaku Wakil Ketua Umum INSA menerangkan, ada beberapa regulasi kapal pariwisata yang harus lebih disesuaikan dengan fungsinya. Asas kabotase menjadi hal yang mutlak, namun regulasinya tentu harus mendukung industri yacht dalam negeri.
Saat ini, jumlah member INSA sekitar 1000-an, namun yang bergerak di sektor pariwisata hanya 20-an. Hal ini juga membuat wisata yacht menjadi mahal. Karena itu, pihaknya mengajak lebih banyak pengusaha lokal untuk masuk bergabung di INSA.
Seiring dengan sektor pariwisata yang diharapkan menjadi tulang punggung perekonomian negara, tentu keberadaan marina berstandar internasional perlu ditambah. Sebab, saat ini kapasitas sandar marina dari Sabang sampai Merauke hanya berjumlah 250-300 kapal.
Sementara, Singapura yang wilayahnya jauh lebih kecil bisa menampung 1.400 kapal bersandar. “Padahal playground kita luas banget. Ini potensi yang bisa dikembangkan ke depannya,” tegasnya.
Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto menyampaikan bahwa pihaknya merupakan bagian dari industri pariwisata. Pihaknya mengaku sudah melakukan beberapa hal untuk mendukung pemerintah dalam memajukan industri pariwisata, khususnya menyangkut yacht.
Maka, pihaknya sangat memperhatikan dalam hal kabotase, namun perlu dilakukan pengaturan tax sandar yacht bisa semakin terjangkau agar lebih lama waktu bersandar dan lebih banyak marina. “Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, tentu sangat menarik bagi yacht untuk bersandar,” ungkapnya.
Wakil Ketua Bidang Kapal Cruise INSA, Krisna Kusmara menambahkan, kebijakan terhadap yacht harus terbuka dengan batasan dan berdampak multisektor. Dalam artian, kebijakannya mengedepankan kepentingan nasional secara lebih luas.
“Jumlah marina di Indonesia cenderung masih sedikit, karena baru. Ini memicu adanya stigma eksklusif dan ini berpengaruh ke pajak. Tapi pemerintah sudah mulai melakukan deregulasi, namun perlu digalakkan lagi,” imbuhnya. (BC5)