
Mangupura, balibercerita.com –
Fenomena pelanggaran Nyepi yang terjadi di Bali menjadi salah satu pertanyaan yang terlontar dalam acara dharma santhi yang dilaksanakan pasukaduka karyawan Hindu di lingkungan Bandara Ngurah Rai pada Selasa (15/4), di lantai III Gedung Wisti Sabha PT Angkasa Pura Bandara Ngurah Rai, Tuban. Fenomena tersebut dinilai perlu disikapi secara bijak agar tidak mencederai pelaksanaan Nyepi yang menjadi hari raya suci umat Hindu.
Mendapati pertanyaan ini, Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda selaku narasumber menilai, perilaku Nyepi bersama aparatus yang melengkapi merupakan suatu lembaga atau institusi. Ketika itu merupakan sebuah lembaga maka harus ada proses pelembagaan sampai akhirnya benar-benar melembaga. Konsep melembaga sendiri ada 4, yaitu ketahui, akui, hargai, dan taati. “Kalau sudah mengetahui, mengakui, menghargai, dan menaati, itu mengkristalisasi dari dalam diri, maka itu sudah melembaga,” ucapnya.
Diperlukan kesadaran diri atau mulat sarira dalam pelaksanaan Nyepi. Perlu proses pendewasaan dan perjuangan untuk mewujudkan hal itu. Begitu pula dengan mabrata (berpuasa) saat Nyepi yang memerlukan kesadaran dan disiplin dalam diri. Karenanya, berpuasa tidak perlu dipaksakan karena yang diperlukan adalah kesadaran (jagrawinu). “Jadi pelembagaannya perlu ditingkatkan menjadi sebuah habitus yang benar-benar perfect,” tegasnya.
Ketua Suka Duka Umat Hindu Karyawan Angkasa Pura Bandara Ngurah Rai, Gede Eka Sanjaya menerangkan, kegiatan dharma santhi serangkaian Nyepi sebenarnya kegiatan rutin yang dilakukan. Namun, kegiatan tersebut sempat vakum saat pandemi Covid-19 dan kini kembali dilaksanakan secara sederhana. “Walaupun dilaksanakan secara sederhana, namun esensi kegiatan ini begitu dalam,” ucapnya.
Acara tersebut diharapkan dapat meningkatkan sradha bhakti dan pemahaman karyawan sekaligus mempererat hubungan dan rasa toleransi dalam keberagaman. Hal itu selaras dengan tema acara yaitu “Toleransi Antar Umat Beragama dalam Memaknai Hari Suci Nyepi”. Kegiatan ini juga menjadi penanda bahwa mereka masih aktif dalam keorganisasian keagamaan.
Nyepi yang tahun ini berentetan dengan Idul Fitri direpresentasikan melalui tema yang diangkat yaitu toleransi antar umat beragama dalam memaknai Nyepi 1947. Toleransi dalam beragama sangat penting, terlebih di Bali khususnya Bandara Ngurah Rai, dengan heterogenitas lingkungan kerja perlu dijaga dan dipelihara dengan baik. Jumlah anggota suka duka di Bandara Ngurah Rai sekitar 300 orang, namun jika ditotal jumlah umat Hindu di beberapa instansi stakeholders sekitar 5.000 orang.
Untuk pertama kali dalam acara, mereka juga memberikan santunan kepada 30 orang anak beragama Hindu dari Yayasan Panti Asuhan Suna Giri di Padangsambian, Denpasar Barat. Ke depannya hal ini akan terus digiatkan dengan menyasar yayasan lainnya di Bali. Kegiatan ini juga sekaligus sarana edukasi pemahaman agama kepada seluruh umat Hindu yang bekerja di bandara di tengah kepadatan rutinitas mereka bekerja.
General Manager Bandara I Gusti Ngurah Rai, Ahmad Syaugi Shahab menyampaikan bahwa dharma santhi merupakan rangkaian terakhir dari perayaan Nyepi. Hari raya Nyepi merupakan momentum yang sakral bagi umat Hindu yang mengajarkan pentingnya kesadaran diri, pengendalian diri, dan evaluasi. Ia berharap, vibrasi Nyepi dapat membawa kedamaian, keseimbangan, sekaligus membangun kebersamaan dan meningkatkan kerukunan antar umat beragama.
“Terima kasih atas kerja sama dan dedikasi selama ini. Saya berharap kebersamaan ini bisa terus dijaga dalam kegiatan aktivitas pekerjaan kita sehari-hari. Yang terpenting bagaimana kita bersama-sama menjalin hubungan kerja dalam menjaga bandara ini menjadi lebih baik,” terangnya. (BC5)