Ini Sejumlah Daerah di Bali yang Hadapi Kemarau Ekstrem 

0
138
Kemarau
Peta informasi peringatan dini iklim ekstrem di wilayah Bali. (ist)

Denpasar, balibercerita.com – 

Masyarakat di wilayah yang mengalami kemarau ekstrem diminta untuk tetap mewaspadai potensi dampak El Nino, seperti kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, serta pohon tumbang. Daerah-daerah tersebut akan mengalami musim hujan paling belakang, sehingga membuat musim hujan lebih pendek dibandingkan musim kemarau.

Kepala Stasiun Klimatologi Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Aminudin Al Roniri menerangkan, saat ini ada beberapa wilayah yang mengalami kemarau ekstrem yaitu di wilayah Karangasem bagian Kubu, dan wilayah Kabupaten Buleleng. Berdasarkan pengamatan Hari Tanpa Hujan (HTH) berturut-turut di wilayah Bali, kemarau mencapai 90 hari dan dapat semakin panjang mengingat awal musim hujan di daerah itu cenderung paling belakang terjadi. 

“Memang November diperkirakan menjadi awal musim hujan di wilayah Bali. Tapi daerah yang mengalami kemarau ekstrem cenderung belakangan terjadi musim hujan,” ungkapnya.

Pihaknya memperkirakan, awal musim hujan di daerah kemarau ekstrem terjadi di bulan Desember. Mengingat saat ini baru memasuki awal Oktober, masih ada 2 bulan lagi kemungkinan kemarau ekstrem akan berakhir. Untuk itu, perlu disikapi agar tidak sampai terjadi dampak sosial yang ditimbulkan seperti kekeringan, gagal panen, maupun kebakaran hutan atau lahan. Ia mengimbau pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan dalam mengantisipasi dampak kondisi kemarau ekstrem yang lebih panjang.

Baca Juga:   Trafik Jalan Tol Bali Mandara Diperkirakan Meningkat 

Menariknya, kecenderungan wilayah kering itu memang paling akhir memasuki musim hujan, namun lebih awal mengalami musim kemarau. Hal ini tidak terlepas dari kondisi alam setempat. Wilayah yang mengalami kemarau ekstrem memang karakter wilayahnya relatif kering dibandingkan daerah lainnya. Hal itulah yang menyebabkan masyarakat terbiasa dalam menghadapi kemarau ekstrem. 

Ia juga mengimbau agar pemerintah setempat maupun masyarakat dapat mengantisipasi dampak dari datangnya musim hujan di wilayah kemarau ekstrem. Ketika suatu wilayah yang mengalami kemarau panjang, kemudian masuk ke musim hujan, akan rawan menimbulkan dampak hydrometerologi. 

Apalagi kecenderungan saat awal musim hujan, kondisi curah hujan relatif besar sebelum nantinya memasuki puncaknya. “Saat ini kondisinya sangat kering karena pengaruh El Nino. Ketika terjadi hujan, tentu wilayah akan menjadi tidak stabil. Sehingga diperlukan persiapan agar lebih matang lagi, untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan,” tegasnya.

Baca Juga:   Badung Siap Sukseskan Program Registrasi Sosial Ekonomi

Secara umum, kondisi hujan di musim hujan tahun ini memang sifatnya normal. Namun, berkaca dari pendeknya musim hujan dibandingkan musim kemarau di daerah dimaksud di atas, kecenderungan potensi hujan di daerah tersebut akan dilanda hujan di atas rata-rata normal pada umumnya. 

“Secara umum sifat hujan di daerah tersebut memang normal, sama seperti tahun sebelumnya. Namun, karena ada kondisi tertentu, maka musim hujan cenderung pendek berselisih 2 sampai 3 dasarian. Selama masa hujan yang pendek, kondisi hujan sama. Jadi kondisinya bisa dibilang tidak normal,” bebernya.

Koordinator Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah III Denpasar, I Nyoman Gede Wiryajaya menambahkan bahwa awal musim hujan di wilayah Bali terjadi pada bulan November di Bali bagian tengah sekitar 60 persen dan terakhir musim hujan terjadi di wilayah Buleleng barat dan Nusa Penida. Puncak musim hujan terjadi pada Januari dan Februari, namun kecenderungan lebih banyak memasuki musim hujan pada Januari.

Baca Juga:   Desa Tembok Gelar Deklarasi Rumah Moderasi

Mayoritas musim hujan di wilayah Bali cenderung mundur sekitar 90 persen dan 10 persen normal. Kondisi itu membuat musim kemarau cenderung lebih panjang dibanding musim hujan, dalam artian musim hujan tahun ini relatif pendek namun sifatnya normal sama seperti nilai rata-rata normal. Kondisi itu dipengaruhi oleh El Nino yang saat ini berstatus moderat sampai Februari 2024 dan setelahnya menurun seiring melemahnya kondisi El Nino. 

“Curah hujan di setiap wilayah bervariasi. Kemungkinan bencana hidrometeorologi perlu diwaspadai, karena kondisi kemarau panjang kemudian terjadi hujan itu kondisinya tidak stabil. Memang musim hujan tahun ini relatif pendek, tapi jumlah hujan hampir sama dengan rata-rata periode normal,” ungkapnya.

Diakuinya, berkurangnya periode musim hujan tersebut sesuai dengan penelitian Naylor Et Al yang memperkirakan musim hujan di Indonesia cenderung akan lebih pendek kedepannya. Hal itu dibuktikan dengan data yang dikantongi BPBD terkait meningkatnya bencana di Indonesia. (BC5)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini