Mangupura, balibercerita.com –
Sebagai upaya meringankan beban warga terkait pelaksanaan upacara agama, Desa Adat Kelan, Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, melaksanakan karya atma wedana/nyekah massal. Upacara yang baru pertama kali dilaksanakan secara massal itu dilakukan berdasarkan keputusan paruman agung Desa Adat Kelan. Biaya upacara yang diperkirakan mencapai Rp 300 juta bersumber dari kas Desa Adat Kelan. Semua peserta yang mengikuti prosesi itu tidak mengeluarkan dana.
Bendesa Adat Kelan, I Wayan Sukerena menyampaikan, karya atma wedana/nyekah massal itu diikuti oleh 23 sawa. Sebanyak 17 sawa berasal dari Kelan, 2 sawa dari Kuta dan 4 sawa dari Kedonganan. Upacara telah dimulai sejak 7 Maret lalu, dengan upacara matur piuning karya. Sebelum puncak karya, juga telah dilaksanakan upacara ngangget don bingin dan ngajum puspa. Sementara puncak karya bertepatan dengan Tilem Sasih Kedasa, Sukra Paing Sinta.
“Sehari setelah puncak karya dilaksanakan upacara nganyut ke segara kauh, nebusin, nyegara gunung, mepamit, nilapati ring peyadnyan dan ngelinggihang ring merajan soang-soang,” terangnya, Jumat (1/4)
Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta hadir langsung menyaksikan upacara di bale peyadnyan, wantilan Desa Adat Kelan. Turut mendampingi, Ketua DPRD Badung Putu Parwata, anggota DPRD Provinsi Bali Dapil Badung, I Bagus Alit Sucipta, anggota DPRD Badung, I Nyoman Graha Wicaksana, Camat Kuta beserta tripika, Lurah Tuban serta bendesa adat se-Kecamatan Kuta.
Bupati Giri Prasta mengapresiasi dan mendukung pelaksanaan karya atma wedana yang digelar Desa Adat Kelan. Terlebih biaya upacara sepenuhnya bersumber dari swadaya murni desa adat. Bahkan desa adat bisa membuat para peserta yang ikut upacara tidak mengeluarkan iuran alias gratis.
“Kami memberikan apresiasi kepada tokoh, bendesa adat dan prajuru Kelan, beserta warga masyarakat, bahwa karya memukur ini betul-betul dilaksanakan secara swadaya. Ini sangat luar biasa, kami dari pemerintah juga akan ikut mendukung karya ini,” ucapnya.
Menurutnya, karya pitra yadnya memukur kinembulan/nyekah bersama ini menjadi tanggung jawab bersama, khususnya keluarga yang memiliki sawa sebagai wujud dharmaning leluhur. Ia mengharapkan agar keluarga yang ikut memukur dapat mengikuti tahapan demi tahapan dari rangkaian upacara itu. Mulai dari upacara ngangget don bingin, murwa daksina, meajar-ajar hingga ngelinggihang ring rong tiga.
Saat puncak karya, wajib harus adanya panca suara yaitu suara genta dari sang sulinggih, mamutru dengan membaca lontar atma prasangsa, wayang lemah, topeng dan kidung. Di akhir dharma wacananya, Giri Prasta mengajak krama Kelan untuk tetap bersatu demi kemajuan pembangunan di wilayah Desa Adat Kelan, yang nantinya dapat diwariskan kepada anak dan cucu. (BC5)