Diksa Pariksa di Griya Dalem Sibanggede

0
101
Diksa
Suasana upacara diksa pariksa serangkaian Rsi Yadnya Pediksan Ida Bagus Wisnawa dan Ida Ayu Sri Wahyuni, di Griya Dalem Sibanggede, Selasa (3/5). (ist)

Mangupura, balibercerita.com –

Upacara diksa pariksa serangkaian Rsi Yadnya Padiksan Ida Bagus Wisnawa dan Ida Ayu Sri Wahyuni, di Griya Dalem Sibanggede, Banjar Mengwi, Desa Sibanggede, Kecamatan Abiansemal, digelar Selasa (3/5). 

Manggala Upacara Diksa Pariksa, I.B. Made Widnyana menyampaikan, untuk meningkatkan kesucian, Ida Sang Diksita sudah melaksanakan sesana Brahmana Walaka. Ida Sang Diksita lahir di Denpasar tanggal 26 Juni 1965. Bersama sang istri, mereka memiliki 4 orang anak,

Mengenai dudonan upacara, telah dimulai sejak 19 April 2022 dengan matur piuning.  Setelah diksa pariksa, dilanjutkan dengan upacara mapinton lan ngekes pada 14 Mei. Sementara puncak karya padiksan dilangsungkan pada 15 Mei 2022 mendatang.

Baca Juga:   Tumpek Wariga, Pemkab Badung Gelar Persembahyangan Bersama 

Upacara diksa pariksa diantaranya dihadiri Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta, anggota DPRD Badung, I Nyoman Gede Wiradana, Kadis Kebudayaan Badung, I Gede Eka Sudarwitha, Sekretaris PHDI Badung, I Wayan Sukarya bersama tim diksa pariksa, Camat Abiansemal I.B. Putu Mas Arimbawa, pejabat Kantor Kementerian Agama, Majelis Desa Adat, Perbekel, serta Bendesa Adat Sibanggede.

Guna mendukung upacara padiksan tersebut, Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta menyerahkan dana punia sebesar Rp 50 juta. Secara pribadi, ia juga mapunia Rp 20 juta. Atas nama Pemkab Badung, Bupati Giri Prasta mengucapkan selamat atas terlaksananya upacara padiksan di Griya Dalem Sibanggede. 

Baca Juga:   Mesantalan, Tradisi Unik Sebagai Wujud Syukur Hasil Panen di Desa Apit Yeh 

Ia berharap rangkaian upacara dapat berjalan dengan baik dan lancar. Sebagai wujud komitmennya dalam melestarikan keberadaan griya dan puri, Bupati Giri Prasta mengaku siap memfasilitasi kebutuhan operasional di griya seperti adanya perpustakaan maupun sanggar yang ada di griya.  

Lebih lanjut dijelaskan, setelah melaksanakan upacara dwijati, sang sulinggih patut mempedomani Lontar Catur Bandana Dharma. Pertama, Amari Aran yakni seorang sulinggih tidak lagi menggunakan nama kelahiran. Namanya berganti sesuai dengan abiseka yang diberikan oleh nabe. Kedua, Amari Sesana yaitu perubahan perilaku, karena sulinggih tidak lagi berperilaku seperti umat pada umumnya termasuk dalam urusan berbusana. 

Baca Juga:   Pura Dalem Cedok Waru, Jejak Pertapaan Gajah Mada di Pulau Dewata

Ketiga, Amari Wesa yakni seorang sulinggih memiliki standar penataan rambut, sesuai dengan aliran yang diambil sulinggih tersebut. Dan keempat, Amulahaken Guru Susrusa yakni seorang sulinggih harus taat dan bakti kepada guru spiritualnya atau nabe yang dalam kehidupan seorang sulinggih juga merupakan Siwa Sekala. 

Selain itu, ada pula Lontar Bongkol Pangasrayan yang memuat tentang Tingkahing Adiksa dalam melenyapkan sudra wangsa, wesya wangsa dan ksatrya wangsa menjadi wangsa pandita dewata atau windu dewa, seorang wiku sejati. (BC13)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini