Gianyar, balibercerita.com –
Bagi umat Hindu di Bali, pelawatan Ida Batara memiliki kedudukan penting sebagai simbol kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran tentang Tuhan yang tak terjangkau pikiran manusia (Nirguna Brahman) diwujudkan menjadi Sadguna Brahman atau penggambaran Tuhan yang mewujud dalam berbagai bentuk dan nama agar lebih mudah dipahami dan diyakini umat.
Ida Pedanda Gede Buruan dari Griya Sanding, Pejeng, saat memberikan dharma wacana di Pejeng belum lama ini menjelaskan bahwa sakralisasi pelawatan Ida Batara merupakan tahap penyucian yang wajib dilakukan. Menurutnya, rangkaian ini bertujuan untuk memperkuat sradha atau keyakinan umat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Proses sakralisasi antara lain dengan melaspas dan mapasupati yang dilaksanakan di pura, kemudian dilanjutkan dengan mapinton atau ngerehin di pemuunan (tempat pembakaran jenazah) di setra. Hal ini secara filosofis dijelaskan dalam Lontar Barong Swari.
Ida Pedanda melanjutkan, prosesi mapinton memiliki makna filosofis mendalam. Dalam ajaran Hindu, Batara Siwa dalam wujud Sang Kala Rudra Murti bertemu dengan Dewi Durga di tempat pembakaran jenazah di kuburan. Pertemuan sakral itu melambangkan persenyawaan kosmis yang kemudian menjelma menjadi pohon-pohon tertentu seperti kepuh, kepah, jepun, jarak, dan pule.
Bersabdalah kemudian Batara Siwa kepada Dewi Durga, bahwasanya kayu dari pohon-pohon itulah yang dapat digunakan dalam pembuatan pelawatan Ida Batara. Setelah pelawatan selesai, barulah dilakukan pasupati dan dilanjutkan rangkaian ritual lainnya.
Prosesi mapinton diyakini sebagai momen penting ketika Batara Siwa menganugerahkan kawisesan atau kekuatan suci. Upacara ini biasanya berlangsung pada tengah malam dan keberhasilannya ditandai dengan munculnya cihna atau tanda tertentu yang diyakini umat.
Selama ritual berlangsung, terdapat aturan yang harus ditaati. Aturan dimaksud antara lain, warga tidak diperbolehkan berada dalam radius 100 meter dari area setra, dilarang membawa telepon genggam, maupun merokok, atau melakukan sesuatu yang berpotensi mengganggu prosesi. Aturan ini dimaksudkan agar kekhusyukan prosesi tetap terjaga.
“Dengan adanya cihna dari Ida Batara, diharapkan sradha dan keyakinan umat semakin kokoh,” pungkas Ida Pedanda. (BC13)