Mangupura, balibercerita.com –
Partisipasi masyarakat dalam upaya penanganan sampah kiriman di pantai barat sangat diharapkan DLHK Badung. Pasalnya, sampah kiriman berupa ranting kayu dan pohon kini tidak diperkenankan untuk dibawa ke TPA Suwung. Sebab sampah kayu sering menimbulkan rongga, sehingga membuat space lahan TPA kurang efektif dipergunakan. Oleh karena itu, DLHK berharap kepada masyarakat yang mempunyai lahan kosong agar berkenan meminjamkan lahannya sebagai lokasi penempatan sampah tersebut.
Kepala DLHK Badung, Wayan Puja menjelaskan, sampah yang nantinya ditempatkan di lahan warga merupakan sampah kiriman yang hanya berupa kayu dan ranting, bukan sampah yang lainnya. Karena itu warga tidak perlu khawatir akan hal itu, sebab sampah jenis kayu dan ranting pohon itu cenderung lebih cepat membusuk. Hal itu tentu akan bermanfaat untuk membuat kondisi lahan menjadi lebih subur dan membuat lahan yang kondisinya berlubang menjadi lebih rata.
“Kepada siapapun warga yang membutuhkan, kami harap agar itu bisa dikomunikasikan dengan kami di DLHK. Petugas akan membantu dalam proses pengangkutannya,” ucapnya.
Saat ini, ada 2 lahan warga di Banjar Basangkasa, Seminyak dan di Kerobokan yang diperkenankan untuk menjadi lokasi dari sampah tersebut. Namun ada juga warga yang menawarkan lahannya di wilayah Badung Utara, untuk bisa dipergunakan terkait hal itu. Namun karena kondisinya cukup jauh, pihaknya masih terkendala dalam operasional.
Sejauh ini pihaknya masih mengutamakan adanya lahan yang berada di dekat lokasi pantai barat, yang notabene dilanda musim sampah kiriman. “Lahan itu tidak menjadi atensi khusus, itu dilakukan sambil jalan dan sosialisasi. Kalau ada, kami akan langsung atensi,” paparnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun DLHK Kabupaten Badung, A.A. Gede Dalem. Saat ini pihaknya terus menjajaki adanya lahan kosong milik warga yang diperkenankan menjadi lokasi tempat dimaksud. Sejauh ini ada 2 lahan warga yang bersedia menampung sampah kiriman itu, yaitu di Basangkasa, Seminyak, seluas 17 are dan di Kerobokan seluas 13 are. Sampah dipergunakan untuk meratakan lahan yang kondisinya cekung.
“Untuk di Basangkasa kondisinya saat ini sudah penuh, kami isi selama sebulan. Sedangkan lahan di Kerobokan, kondisinya sudah terisi sekitar 70 persen dari luas lahan yang tersedia,” sebutnya.
Kebutuhan akan lahan itu diakuinya hanya bersifat sementara, selama musim sampah kiriman di pantai barat. Kondisi sampah kayu dan ranting yang dibawa itu dalam kondisi sudah kering, sehingga hal itu sebenarnya bisa dipakai sebagai bahan baku kerajinan. Jika tidak diolah, sampah itu nantinya akan membusuk dengan sendirinya, karena proses penguraian akan berlangsung secara alamiah.
Dari upaya yang dilakukan pihaknya, saat ini ada 2 lahan yang masih dilakukan penjajakan sebagai tempat tersebut. Yaitu lahan di wilayah Kerobokan seluas 17 are dan di wilayah Sawangan seluas 2 hektar lebih. Sebelumnya, masyarakat pemilik lahan di Ungasan juga sempat meminta agar sampah itu bisa ditempatkan di Ungasan. Namun, masih menunggu keputusan dari prajuru di wilayah terkait, karena hal itu dirasa masih perlu dilakukan pertimbangan.
“Di Sulangai dan Petang kami juga sudah berkoordinasi, ada yang bersedia menampung. Luasan lahannya itu juga cukup memadai, sekitar 2 hektar. Tapi kami masih mempertimbangkan operasional pengangkutan. Jika lahan itu sangat dibutuhkan nanti dan masyarakat pemilik lahan menginginkan, kita akan bawa ke sana,” bebernya.
Keberadaan lahan bekas galian C di Jimbaran juga berpotensi untuk dipergunakan. Mengingat lahan itu memiliki luasan 2 hektar, dan kondisinya ada yang berlubang. Jika terjadi hujan maka lahan itu akan menjadi sarang nyamuk. Jika hal itu diperkenankan diuruk (diratakan) degan kayu tersebut, maka lama-kelamaan lahan itu akan menjadi rata, dan menjadi subur. Namun hal itu tentu harus didahului komunikasi dan koordinasi dengan pemilik lahan.
“Kami juga mengusulkan pengadaan alat pencacah kayu tahun ini. Alat itu akan sangat membantu mengolah sampah kayu menjadi serbuk dan kompos alami. Pengadaan alat itu kami usulkan 1 unit, karena pengoperasinnya bisa dipindah-pindah,” imbuhnya.
Hingga tanggal 7 Februari lalu, pihaknya telah mengangkut sebanyak 2.500 ton sampah kiriman di pantai barat. Tujuh puluh persen diantaranya merupakan sampah jenis organik dan kayu. Setengah jumlah sampah organik itu sudah dibawa ke lahan milik warga dan setengah lagi masih ditempatkan di STO masing-masing pantai. (BC5)
Sampah kiriman siapa itu ya?
Sampah kiriman siapa itu ya?